15 April 2014

The Raid 2 ; Berandal. Sebuah Kekecewaan


Film The Raid bisa dibilang sebagai film Indonesia 'pertama' yang berhasil memukau pecinta film --baik di Indonesia maupun dunia--, dengan mengusung action bela diri yang sarat darah dan kekerasan membuat film pertamanya mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan. Berawal dari kesuksesan film pertamanya sekuel film The Raid akhirnya dirilis tahun 2014 ini.

Namun berdasarkan opini pribadi saya, film The Raid ; Berandal kurang bisa memenuhi ekspetasi (setidaknya ekspetasi saya), berbeda dengan film pertamanya.

[ MAY CONTAIN SPOILERS ]

Film The Raid ; Redemption atau lebih dikenal dengan nama The Raid (di Indonesia) memang terkenal sebagai film yang 'hanya' menjual koreo pertarungan nan epic tanpa ada kejelasan maupun kerumitan dari sisi cerita. Namun hal tersebut juga menjadi nilai jual tersendiri film tersebut, hal ini membuat The Raid menjadi film yang cocok ditonton bagi mereka yang tidak terlalu suka mendalami cerita dalam sebuah film dan hanya mengejar kepuasan dari sisi aksinya saja.

The Raid 2 ; Berandal mencoba menambahkan unsur yang dirasa kurang dari film The Raid sebelumnya, yaitu kedalaman cerita. Apabila jalan cerita The Raid bisa dibilang hanya masuk ke sebuah apartemen yang dipenuhi kriminal dan habisi pimpinan mereka, maka cerita di The Raid 2 bisa dibilang sudah sangat jauh lebih kompleks.

Dan disini adalah bagian yang membuah saya sedikit kecewa dengan sekuel film The Raid ini.


More story, less action.

Setidaknya itu kesan yang saya tangkap setelah menonton The Raid 2 ; Berandal. Apabila di film pertama adegan aksinya begitu banyak (dan begitu cepat, plus brutal) membuat penonton harus menahan napas saking intens-nya adegan pertarungannya, dan bagian cerita bisa dibilang adalah saat dimana para penonton untuk 'catching their breath'.

Sementara di The Raid 2 ; Berandal dua hal tersebut (cerita dan aksi) seakan dibalik, cerita mendapatkan porsi yang banyak sementara adegan pertarungannya yang saya katakan 'biasa-biasa saja' --apabila dibandingkan dengan film pertama--. Menurut pendapat saya dari semua adegan pertarungan yang ada di The Raid 2 ' Berandal, hanya pertarungan terakhir yang bisa membuat adrenalin rush karena menonton film.


More weapon, less violence (?)

Mungkin kalian bingung "bagaimana mungkin penggunaan senjata membuat ke-brutal-an dalam The Raid berkurang?". Well, at least for me salah satu daya tarik The Raid adalah pertarungan tangan kosong menggunakan ilmu bela diri. Kalaupun menggunakan senjata akan terasa lebih nikmat kalau bukan menggunakan senjata yang mematikan (seperti tongkat baseball milik si Baseball Bat Man). Namun banyaknya senjata mematikan yang digunakan dalam film ini saya rasa sudah 'membunuh' seni beladiri dari film The Raid.


"Apa enaknya? Tinggal tarik pelatuk dan semua selesai. Enggak ada gregetnya."
-- Mad Dog (The Raid ; Redemption) ---

Is that Jakarta?

Poin terakhir ini bisa dipahami kalau kalian sudah pernah tahu atau merasakan kondisi (khususnya) lalu-lintas di Jakarta. Terasa aneh saja mengingat di realitas jalanan Jakarta yang rawan macet bisa digunakan untuk untuk adegan kejar-kejaran (dan ditambah baku tembak) mobil. Belum lagi adegan nyeleneh ketika Prakoso tewas. Bukan, bukan adegan ketika Prakoso tewas yang nyeleneh, tapi keanehan dimana Prakoso tewas dan sekitarnya 'berhiaskan' salju. Bagian Jakarta mana yang bersalju???


Killing people in plain sight (Kota Tua) and no one give a damn about it.


The Raid 2 ; Berandal memang film bagus, tulisan saya diatas hanya untuk mengekspresikan kekecewaan saya karena menurut saya film The Raid ; Berandal ; 2 kurang bisa membawakan ciri khas yang diciptakan The Raid ; Redemption sebelumnya. Bisa dibilang film The Raid ; 2 ini seperti more Hollywood movie, less The Raid.

Do you agree (or disagree) with me?

53 komentar:

  1. Sependapat nih,
    pas nonton the raid 2 ngerasa ada yg kurang dari film, trnyata bela dirinya.. gak sebanyak the raid 1.
    tapi the raid 2 tetap keren kok, walau ada set yg bikin otak bekerja ,kayak salju turun itu (kok bisa jakarta turun salju?) haha..
    :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jujur Fen, saking banyaknya adegan ngobrolnya gue sampai ngantuk di bioskop.
      Bukan apa-apa sih, cuma gue nonton The Raid 2 di bioskop dengan tujuan nonton aksi brutal. Well bukan berarti film nya enggak bagus sih.
      Cuma ekspetasi gue aja yang enggak terpenuhi.

      Hapus
    2. maaf koment g semua film itu harus banyak action. gareth evan membuat film the raid kedua ini lebih menjelaskan tentang 2 geng yang menguasai jakarta. untuk lebih banyak laganya kita tunggu the raid 3 :)

      Hapus
  2. Gue belum nonton film ini baik yang pertama maupun kedua. Namun dengan membaca sedikit ungkapan ini, gue udah bisa menerka situasi apa yang terjadi di film ini. Gue makin dibuat penasaran buat nonton, bukan untuk film kedua, melainkan penasaran sama film pertama. Keren pengulasannya :D

    BalasHapus
  3. kurang setuju nih sama kamu, soalnya aku ngerasa cukup puas dgn alur cerita berandal. tapi kalo masalah senjata, emang iya, yg paling greget itu yg terakhir yg pakek silat hehe.. oh iya ya kalo itu di jakarta? kirain di jepang karna ada saljunya haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ceritanya bagus kok, cuma ya porsinya kelewat banyak sampai overshadow bagian aksi #imho
      Bukannya semua adegan di film ini setting-nya Jakarta (atau Indonesia) yah? Jepang 'cuma' nyumbang pemeran doang. #cmiiw

      Hapus
  4. the raid 2 kurang sadis. Yang sadis itu kalo di read doang . #gaknyambuung haha

    BalasHapus
  5. Loh, emang belum pada tau kalo itu "Jakarta"-nya Gareth Evans? Itu tuh bukan "Jakarta"-nya Indonesia loh. Setidaknya itulah kata sutradara-nya. Jadi ini kayak universe yang beliau bikin sendiri.
    Masalah salju, itu menurut aku semacam bumbu di scene-nya. Karna itu berhubungan dengan karakter Bejo yang notabene digambarkan berdarah dingin. Dari awal keliatan kalo tiap bejo muncul, seakan akan jadi"dingin" gitu. Dan puncaknya di adegan salju itu. ;p
    Kalo aku pribadi sih ga masalah tentang adegan salju itu. Yang ngeselin malah background-nya. Masa salju-salju ada gerobak lomie T__T

    #cmiiw ya ;))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baiklah, berarti poin Jakarta/bukan itu sudah selesai (atau hanya ada di kepala saya saja) :D

      Hapus
  6. gw udah nonton neh pelem, asli lebih mirip film horor dari pada pelem action. but over all this film is awesome...
    maju terus film2 Indonesia

    BalasHapus
  7. setuju sama poin yang terlalu banyak senjata sih, terutama senjata api. Kalo senjata tajam sih masih nyess, cuma emang yang paling asik suara kretek tulang dipatahin pake tangan kosong. Oh ya selain final fight, yg gue suka lagi yg di Blok M di restoran yg di Little Tokyo itu......... panggang! XD

    dan menurut gue yg salju-salju itu, gue juga awalnya bingung, tapi kayaknya cuma buat efek psikologis aja deh, biar lebih syahdu gimana gitu (atau biar seru aja liat aliran darah ngalir ke salju? haha)

    BalasHapus
  8. apa yg kita anggep ganjil, mungkin itulah nilai seninya. Terkadang penonton emang selalu memandang dari sisi realisme.

    "Di jakarta mana ada turun ujan salju ?"

    Kayaknya dari awal film The Raid : redemption sama sekali gak dijelasin deh kalo latar kejadiannya ada di Jakarta. Cuma kitanya aja yang jadi penonton yang ngerasa familiar dengan latarnya terus langsung ambil kesimpulan kalo itu ada di Jakarta.
    Malah klo menurut gw, scene pas ujan salju itu scene yang lumayan dramatik, udah gitu aktornya kang Yayan pula...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Okay, let put aside this whole 'Jakarta' thing.
      Cuma terasa 'off' saja kalau melihat turunnya salju (dan banyak pula) hanya di satu gang (?) sementara kemarin dan besoknya itu salju enggak kelihatan?

      #imho #cmiiw

      Hapus
  9. Can't agree more with you. Dan saljunya itu lho, bikin ilfil...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Turun spesial untuk hari dan gang itu saja (?).

      Hapus
  10. Hmm.. Saya boleh jika tidak setuju dengan anda? :)

    Rasanya dangkal sekali jika mempermasalahkan salju dan lokasi film yang dihubung-hubungkan dengan kondisi Jakarta yang sebenarnya. Ya engga bakalan nyambung :)

    Gareth Evans sendiri sudah bilang kalau Jakarta dalam The Raid 2 adalah Jakarta versi khayalan yang dicocokkan dengan cerita di dalam film. Mau dicocokkan bagaimanapun, ya ga bakalan cocok sama Jakarta di kehidupan asli.. The Raid 2: Berandal bukan film yang mengungkap realitas yg terjadi di Jakarta. Fiksi. Berarti setting lokasi-nya pun fiksi :)

    Salju bukan masalah, karena dibikin sebagai efek dramatisasi matinya Prakoso yang notabene seorang pembunuh berdarah dingin..

    Soal more story, less action atau more weapon, less violence ya itu kembali lagi ke selera masing-masing. Mungkin bagi yang suka versi The Raid 1 merasa kurang puas, tapi bagi saya sebagai penikmat film itu biasa-biasa saja. Bisa dinikmati.

    Mesti diingat, film The Raid adalah rangkaian tiga film yang terangkai menjadi sekuel. Di tiap sekuel tentu harus ada perkembangan cerita dan konflik di dalamnya, supaya cerita dari film pertama ke film kedua begitu juga ke film yang ketiga ada perkembangannya, dinamis. Sehingga penonton tidak bosan dan selalu ingin tahu kelanjutan perjalanan lakon dalam cerita. Kalau kebanyakan aksi gontok-gontokan terus dari film pertama dan kedua, nanti di film ketiga penonton malah jadi underestimate dan malas nonton. "Ah, paling isinya cuma adegan berantem aja.."

    Begitu pandangan saya. Kepala boleh sama hitam, tapi pikiran bisa saja beda kan? hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gpp mas, kan di akhir artikel saya sudah bilang kalau ini adalah luapan kekecewaan pribadi saya (karena dasar ekspetasi pribadi) setelah membandingkan The Raid 2 ; Berandal dengan The Raid ; Redemption.

      Tentu selera dan ekspetasi orang-orang ketika akan menonton sebuah film berbeda-beda secara spesifik.

      Btw, saya baru tahu kalau The Raid adalah rangkaian tiga film :o

      Hapus
    2. Kalo saya kasih skor sih:

      The Raid 1: 8
      The Raid 2: 9

      ~ mari menantikan The Raid 3 ~
      2016

      Hapus
  11. Sebelum nonton Gue baca di sinopsis2 yg bertebaran di dunia maya emang gak disebutin kalo ini di jakarta/indo. "negara korup" sih gue bacanya. Makanya pas adegan salju gue lebih mikir ke arah biar aliran darahnya prakoso yg dibunuh keliatan greget aja. Tapi tetep, grobak lomie ayamnya bikin ngakak :))

    BalasHapus
  12. Kemarin baru aja nonton film ini di XXI Mega Mall Pontianak, hanya bisa bengong karena kebanyakan "buang darah" sedangkan aksi pertarungan tangan kosongnya kurang. Habis itu terkesan "Rambo" banget karena eksekusi akhir hanya dilakukan oleh satu orang saja. Hhhmmm... Not recommended deh... :-)

    Btw, sekedar hanya ingin minta dukungannya aja Bang. Kebetulan lagi ikutan lomba menulis Blog dan semi SEO via http://www.bloggerborneo.com/superwash-laundry-bisnis-franchise-waralaba-murah-di-indonesia. Kalau berkenan untuk memberikan dukungan saya ucapkan terima kasih banyak... :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau boleh tahu dukungannya dalam bentuk apa yah?

      Hapus
    2. Gak ah gw gak mau dukung. Karena kamu gak dukung perfilm indonesia , hahaha

      Hapus
    3. kaya yang bisa film aj mending film indonesia sudah terkenal di dunia. malah seni film action itu fight sampai terasa seperti realistis film ini mengilhami film walking dead loh menurut sutradaranya. jadi kita harus bangga

      Hapus
    4. Pas adegan berantem iko di mobil pada awal nya supir orgnya putih,,tpi begitu mau selesai orgnya hitam,klo menurut w fighting2 nya agak ga nyambung,,putus2 kayanya sinyal dibasement

      Hapus
  13. namanya film kadang yang ga realistis lebih menarik :)).. ada setuju ada enggaknya..

    Menarik menurut saya pertarungan dengan senjata bat basseball, palu.. karena sulit juga megang bat baseball sebagai alat bertarung. Unik.. nuansa japan fight nya ngena.. Ketimbang baku tembak kurang greget

    BalasHapus
  14. belum nonton nih film.
    Tapi recomended buat ditonton gak nih?

    BalasHapus
  15. aku juga kecewa sama film The Raid 2. Karena aku nggak dibolehin mbak-mbak bioskopnya buat nonton gara-gara nggak punya KTP! Padahal udah ditunggu2 bgt sequel keduanya :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan bersedih nak Dita, karena banyak juga diluar sana yang senasib dengan dirimu (?)

      Hapus
    2. nonton di 21 ya?

      Hapus
    3. @bang farid: tapi aku aku aku aku mau nonton huaaa :((((
      @laika: seluruh bioskop udah aku coba. 21, XXI, ampe blitz juga nggak ngebolehin :(

      Hapus
    4. Simple solution ; nunggu udah ada versi download-an nya ( '3')b

      Hapus
  16. Agak ngakak pas bahas yang bagian Jakarta mana yang bersalju? Hahaha. Right!

    BalasHapus
  17. dan faktanya gue belom nonton tuh film :")

    BalasHapus
  18. Jadi penasaran kan gua blm nonton bang :(

    BalasHapus
  19. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  20. Jujur, gue belum nonton. Tapi, di filmnya emang dikasih tahu kalo setting tempatnya itu jakarta ya? Dan soal macet yang ilang, kayaknya film luar juga gitu. ._.
    Tinggal tunggu sekuel ketiganya aja. :))

    BalasHapus
  21. ternyata ada salju dijakarta :D aku nonton the raid yang pertama sekilas2 doang, jadi gabisa ngebedain.. emg yg pertama gimana sih? sama2 berantem2an kan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagian action-nya lebih banyak ketimbang bagian story-nya (apabila dibandingkan dengan film kedua).

      Hapus
    2. Gareth Evans bilang padahal. The Raid 2 yang durasinya nyaris 2,5 jam, adegan actionnya itu 90 menit. Well, masih banyakan actionnya berarti... :3

      Hapus
  22. gue sendiri ngga cuma sekilas aja nonton the raid 1, sedangkan the raid 2 gue tonton sampai habis. Walaupun ngga nonton yang pertama ngga masalah, soalnya ngga terlalu nyambung antara keduanya.

    Lebih suka yang kedua. dari sisi cerita lebih komplex, untuk pertarungan juga cukup memuaskan.

    BalasHapus
  23. DISAGREE! Hahaha emang sih tiap orang punya pendapat yang beda-beda. Kalo pendapatku yah yang ini http://langitayu.blogspot.com/2014/04/review-raid-2-berandal-nggak-bisa-nafas.html

    Kekurangan yang lo sebut bisa dikatakan kelebihan juga loh. Porsinya seimbang sih. Nggak ada yang lebih baik atau gimana di the raid buat gue. Mau yang pertama atau pun yang kedua, sama-sama bagus di mata gue. Hahaha silahkan berkunjung :))

    BalasHapus
  24. aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa........!!!! sumpah hbs nonton the raid 2 kecewa akut..nyesel deh gue mbuang waktu libur berkualit buat nonton tu film... haisss

    BalasHapus
  25. pas waktu nonton sih masih berdecak kagum akan sound efect dan efect2 detail yang diberikan oleh produsernya.
    but, bicara soal adegan beserta kekonyolannya emang bikin rada beda banget sama yang pertama.
    at least masih bagus walaupun tak sebagus yang pertama :)

    BalasHapus
  26. nonton sama temen yang bule, kita berdua puas banget. karena kalau less alur nih film cuman porn action fighting, which is buat kita film-nya jadi gak begitu meaning selain demonstrasi pencak silat yang luar biasa indah. dan pas kita baca post ini dan komen2 beberapa orang disini, "biasalah orang sini selalu nyinyir sama karya lokal mau sesukses apapun di dunia international" lol.. dan kita pun bertanya-tanya..

    BalasHapus
  27. Sampe sekarang belum nonton gue filmnya. Hufft.. :(

    BalasHapus
  28. Ya, bnyak yg kecewa ya. Kalo dari segi alurnya yang lebih banyak ketimbang action itu bisa di pahami. Kalo misalnya mau gitu, seharusnya action yg di perbanyak itu yg pake tangan kosong. Memang lebih greget kalo pake tangan kosong.

    BalasHapus
  29. ini film bikin pusing ditonton.
    ceritanya kepanjangan, alur ceritanya ga jelas. pengenalan tokoh nya pun ga jelas.
    cerita nya gampang banget ketebak. juga banyak adegan yang janggal..
    haduuuuhhh..

    BalasHapus
  30. Sama, ekspektasi pribadi saya juga tidak terpenuhi. Menonton film ini secara keseluruhan bagus, terutama martial art action-nya, tapi dengan amat terpaksa setelah menonton film ini berulang2, saya harus berpikir dan berkata bahwa bagusan "Berandal" bukanlah sequel dari film The Raid alias akan lebih bagus kalau dijadiin film sendiri aja, karena menurut saya materi film "Berandal" ini kuat dan bisa dibuat terpisah dari The Raid, terasa agak mubadzir untuk dijadiin sequel dari The Raid, padahal di film ini bisa dibangun jalan cerita dan karakter2 baru, sehingga bisa jadi franchise baru buat ditandingin sama The Raid itu sendiri, seperti "Ong Bak" dan "Tom Yung Goong" nya Tony Jaa lah kurang lebih,atau "Rocky" dan "Rambo"nya Sylvester Stallone.
    Terpikir begitu karena "benang merah" dari The Raid ke Berandal terasa lemah banget, benang merahnya yang kuat cuma karakter Rama aja, sementara jalan cerita-nya di twist terlalu jauh (memang sih suka2 sutradarnya), padahal sebenarnya banyak "petunjuk2" berupa karakter atau adegan2 memorable di The Raid yang bisa dijadiin materi bagus buat dikembangkan di The Raid 2 (bukan Berandal), sehingga sequel akan terasa menjadi eksekusi yang baik buat film pertamanya.

    BalasHapus
  31. Beberapa petunjuk di The Raid yang bisa dikembangkan sebagai materi The Raid2 adalah :
    1. Karakter Andy, adegan memorable saat Rama bilang ke ayahnya "Saya akan bawa dia (Andy) pulang", itu petunjuk bagus, di The Raid Andy gagal diajak pulang, dia tetap bertahan di 'lingkungan"nya, di The Raid 2 karakter Andy (yang menurut saya termasuk karakter kuat) bisa dibuat akhirnya "pulang", tapi bukan untuk reuni keluarga, tapi untuk "mengamankan" keluarganya yang jelas2 potensial jadi target "peluru nyasar" juga. Ini bisa jadi dua hal, pertama atas permintaan Rama atau kedua atas inisiatif Andy sendiri tanpa diketahui Rama dan polisi2 yang membantu Rama, yang mengakibatkan situasi makin kisruh. Sayang di Berandal nasib Andy hanya dihabisi di menit2 awal, tanpa diberi porsi lebih, mubadzir.
    2. Karakter Tama Riyadi,adegan memorable saat Letnan Jaka briefing team-nya, dia menyebutnya "Legenda Dunia Hitam", nah di Berandal hanya di kacangin oleh Bejo dengan disebut "orang yang tahu diri dengan Batasannya sehingga bisa naik". Ini jadi boomerang buat The Raid, ternyata itu cuma film polisi nggrebek bandit kacangan. Padahal meskipun sudah mati, reputasi Tama harusnya masih dijaga di The Raid 2, setidaknya kalau rival2nya lebih enak ngomong, "akhirnya hilang sudah penghalang kita selama ini, sekarang kita bisa gantian naik", sebaliknya bagi kroni2nya akan mengundang reaksi untuk mengejar pelaku pembunuhan Tama, atau untuk Big Boss-nya (mungkin Bangun) kematian Tama adalah sebuah kehilangan yang perlu dihargai, seperti Bangun menghargai Prakoso, bukan seperti Bangun menganggap Topan sebagai “memang perlu dikasih pelajaran”, reputasi Tama harusnya lebih dibanding Topan. Di Berandal terasa Tama ternyata hanya bandit2 sekelas Topan dibawah naungan Bangun.
    3. Karakter Reza, adegan memorable Tama disaat2 terakhir sebelum di dor, sempat ngancam dengan nyebut2 "Reza dan teman2nya yang berdasi tidak akan tinggal diam", saat itu kesan-nya mafia banget tuh orang yang bernama Reza, nyatanya di Berandal nggak menunjukkan apapun, sosok Reza nggak ada "taring"nya, padahal akan lebih nyambung kalau the Prime Antagonist di The Raid 2 ini justru Reza saja yang sudah disebut2 di akhir film The Raid, ditambah ternyata diperankan oleh Roy Marten, jauh lebih greget daripada karakter baru macam Bejo yang diperankan oleh Alex Abbad.

    BalasHapus
  32. 4.Karakter Rama, Letan Wahyu dan Bowo, mereka adalah the last survivor dari kejadian penyerbuan di The Raid, lagi2 karakter2 ini dimatikan begitu saja di awal2 film Berandal, Bowo dibawa mobil entah kemana, nasibnya gak jelas, Letnan Wahyu jelas2 di dor, sementara Rama, karakter polisi muda disulap menjadi “Berandal”, meskipun bener itu aksi undercover, tapi terasa karakter polisi Rama jadi semakin hilang, padahal bisa saja tema digulirkan nggak usah terlalu jauh, sampai pada saat mereka bertiga yang mau menemui Bunawar, mereka mulai di buru oleh Reza dan Bandit2 lain yang pro Tama untuk diberesi, jelas tema target berjalan akan menjadi tema yang seru untuk The Raid 2, membuktikan omongan Tama soal “elo akan jadi target peluru nyasar”. Jadi kalau The Raid bercerita tentang polisi menyerbu sarang penjahat, The Raid 2 bisa dibalik misalnya gantian gangster atau orang2 suruhan Reza, membalas menyerbu kantor polisi (penjara) dimana Rama,Bowo dan Letnan Wahyu diamankan.
    5. Judul "The Raid" itu sendiri, apa hubungannya judul The Raid (Serbuan Maut) ama Berandal? mestinya kalau berpedoman pada judul, sequel sekalipun jalan ceritanya tetep merujuk pada judul film, jadi tema penyerbuan, penyerangan, atau penggeregan harusnya jadi unsur mutlak untuk film ini dan sequel2nya (lihat franchise film Undersiege atau Die Hard, semua tema-nya sama meski berbeda2 situasi).
    6. Kotak Rekaman, satu lagi petunjuk "penting" dari film the Raid yang nggak di eksplore di Film Berandal, ingat kotak rekaman yang diserahkan Andy ke Rama (konon berisi nama orang2 yang masuk dalam daftar hitam dunia kejahatan), sayang di awal film Berandal nasib kotak rekaman ini persis sama dengan bentuknya yang lecek, seperti sampah tidak berguna, dilihat isinya juga enggak, Bunawar dengan enteng bilang isi kotak rekaman itu tak berguna, so paling2 tu kotak cuma dibuang di tempat sampah.
    Padahal kalau kotak rekaman itu dibuat "lebih penting" bisa jadi salah satu objek penyebab penyerbuan balik dari orang2nya Reza dan penjahat2 lain yang tentunya nggak mau kejahatannya terbongkar gara2 kotak rekaman itu. Dengan objek dan alasan yang kuat seperti itu, cerita dapat diarahkan ke Rama, Bowo dan Wahyu, yang hanya di Back Up oleh team Bunawar yang sedikit (karena Departemen-nya kecil ) terus menerus menjadi target untuk dihabisi sepanjang film,mulai dari penyerangan di jalanan sebelum mereka berhasil menemui Bunawar dan terus diburu dan disergap saat pertemuan dengan Bunawar dengan ending mereka bertahan disuatu tempat, kemudian gelombang polisi2 jahat dan bandit2 silih berganti menyerbu masuk.
    Makanya terpikir kalau mendingan Berandal ini jadi film sendiri aja, Berandal a.k.a The Thug /The Gangster/The Hooligan atau The Thug/The Gangster/The Hooligan:Undercover, karena jelas2 ini film soal undercover dan perseteruan gangster, nggak perlu pakai embel2 The Raid 2, saya berkali2 bertanya2 mana penyerbuannya? kecuali kalau aksi Rama yang menyebu seorang diri ke markas Bejo itu sudah cukup disebut sebagai penyerbuan lho ya?.
    Itu aja sih, cuma tetep secara keseluruhan kalau ngomongin film Berandal ini (tapi sebagai film non sequel), ini film Indonesia yang bagus buat saya dan wajib tonton. So jangan dipikirin deh kalau ini film sequel atau bukan, tonton aja, martial art (silat) action-nya mantap. Jaya Film Indonesia (meskipun garapan Bule).

    BalasHapus

Dapat berkomentar menggunakan G+ namun mohon maaf tidak memperbolehkan akun anonim.

Sangat terbuka dengan segala macam komentar, apalagi yang bisa membangun untuk kemajuan blog ini.

Tidak disarankan untuk melakukan copas (copy-paste) terhadap segala tulisan di blog ini karena sewaktu-waktu dapat dilaporkan kepada DMCA Google yang menyebabkan blog si plagiat dapat dihapus dalam kondisi terparah.

Akhir kata, terima kasih sudah berkomentar ^^v

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...