28 Juni 2014

Being Normal


Apa itu 'normal'?
Sesuatu yang biasa terjadi dan dilakukan oleh orang-orang secara mayoritas?
Jadi kalau begitu orang-orang minoritas itu adalah sekumpulan orang-orang tidak normal?
Bisa jadi tidak, bisa jadi iya. Semua tergantung dari definisi 'normal' itu sendiri.


Banyak berita yang menceritakan bahwa orang Indonesia itu orang yang ramah, khususnya berita dari para pelancong luar negeri yang datang untuk menikmati surga Indonesia.
Apakah orang-orang yang saling hina, saling ejek bahkan saling fitnah demi mendapatkan sebuah kemenangan adalah orang-orang yang ramah?
Apakah orang-orang yang suka menertawakan kondisi fisik seseorang dan bahkan (maaf) menyamakan seorang manusia dengan binatang adalah orang-orang yang ramah?

Ataukah orang-orang --yang menurut anda-- yang tidak ramah tersebut adalah orang-orang abnormal di negara Indonesia?

Semua bias, semua semu, semua serba 'tidak jelas'. Bahkan definisi normal itu sendiri tidak jelas.

Setiap individu pastinya menginginkan yang terbaik untuk dirinya sendiri, mungkin mereka yang berkoar-koar bahwa ia rela menderita demi orang lain bisa kita katakan sebagai orang yang munafik.
Kenapa?
Karena pada dasarnya setiap orang pastinya ingin mengejar kebahagiaan untuk dirinya sendiri.

Namun semuanya baru bisa dikatakan secara jelas apabila kalian sudah mengenal orang tersebut dengan sangat dalam, mungkin hingga tahap dimana kalian bisa dikatakan telah hidup 'menjadi dirinya' sedari ia terlahir ke dunia hingga saat ini. Hingga akhirnya kalian bisa mengerti semua tindakan dan 'agenda' yang ia kejar.

Tapi mengenal seseorang hingga sebegitunya bisa dikatakan mustahil, tapi tidak serta-merta mustahil untuk mencoba mengerti dirinya kan?
Mencoba mengerti tidak sama dengan mengerti total, setidaknya saya selaku penulis memaknainya seperti itu.



Paradox.
Semua orang di dunia ini pasti pernah menciptakan keadaan paradox.
Baik dari ucapan mereka, tindakan mereka, serta ucapan DAN tindakan mereka.

Karena pada hakikatnya manusia tidak terlepas dari hal-hal yang menyebabkan paradox, hanya saja mereka tidak pernah (atau telat) menyadarinya, setidaknya saya selaku penulis memaknainya seperti itu.

Seperti seseorang yang memberi saran kepada seorang teman untuk tidak mendengarkan apa yang orang lain katakan terhadapnya, dengan meng-iya-kan saran seseorang tersebut, apakah sang teman mendengarkan ucapan si seseorang untuk tidak mendengarkan apa yang dikatakan orang lain atau malah tidak mendengarkan yang secara praktikal ia juga mendengarkan ucapan tersebut?

Membingungkan sekaligus menyenangkan, hal yang disebut paradox ini.


Setiap orang haruslah bersikap normal, namun karena setiap orang berbeda semenjak awal kelahiran mereka membuat banyak orang yang terperangkap jahatnya 'opini publik' dan kehilangan jati diri mereka.
Namun apakah diri mereka yang kehilangan jati diri bukan merupakan diri mereka? Ataukah mereka yang kehilangan jati diri tersebut malah mendapatkan jati diri yang baru --yang secara tidak langsung-- mereka berhasil mendapatkan jati diri mereka?

Banyak orang berkata "tirulah ilmu padi, makin berisi makin menunduk" namun definisi 'menunduk' ini masih tidak jelas.
Karena masih ada orang bergelar akademik tinggi namun masih bertindak layaknya orang bodoh di ruang publik, tidak sedikit juga mereka yang tidak memiliki gelar akademik namun bisa mengendalikan hidup orang banyak (secara materi). Tapi tidak sedikit juga yang bertindak sesuai dengan gelar akademik mereka.
Jadi 'menunduk ala padi' ini yang benar-benar benar itu yang seperti apa?

Semakin lama dunia ini ada maka akan semakin banyak dan beragam pula interpretasi akan ilmu, baik itu ilmu sains, sejarah bahkan hal-hal sensitif semisal SARA.
Nyinggung SARA sedikit (dan karena sudah memasuki bulan Ramadhan), banyak dari umat muslim di Indonesia (karena setahu saya cuma di Indonesia) yang menyatakan "hormatilah orang yang berpuasa" kepada mereka yang tidak melaksanakan ibadah puasa.

Hormati dalam bentuk apa?
Menutup segala macam usaha food and beverage dimana masih ada kemungkinan adanya umat non-muslim maupun wanita muslim yang berhalangan puasa yang ingin bersantap siang?
Atau karena tingkat keimanan muslim di Indonesia sangat 'lemah' apabila melihat satu atau dua orang makan maka mereka bisa dikatakan batal berpuasa.

Dan apakah "hormatilah mereka yang tidak berpuasa" tidak memiliki signifikasi yang penting bagi negara yang katanya menganut Bhineka Tunggal Ika?

Okeh, mari berhenti bahas SARA karena nanti saya dikatakan yang tidak-tidak dan (menurut agama yang  saya anut) bisa membawa kalian ke jalan dimana kalian akan menambah dosa karena berburuk sangka terhadap saya.

In the end, I have no f*cking idea why am I write this post.
Semua tergantung anda sebagai pembaca untuk menentukan postingan ini bermanfaat, membawa bencana atau tidak memberikan dampak apapun terhadap kehidupan anda.
Karena pada akhirnya semua tergantung dari sudut pandang seseorang yang memang tidak mungkin sama persis satu dengan yang lainnya, setidaknya saya selaku penulis memaknainya seperti itu.

We may not share the same perspective, but we can try to understand each other.
Thanks for reading trough this bullsh*t, and again ....
I have no f*cking idea why am I write this post.




5 komentar:

  1. Gue juga sempet mikir gini. Mau jadi diri sendiri dan gak peduli kata orang lain juga gak bisa. Kan kita hidup bersosial.

    Dan setuju sama poin pembuka soal mayoritas. Kita hidup dimana kalo banyak yang sependapat atau melakukan hal yg sama maka ia dianggap benar. Fufufu...

    BalasHapus
  2. sudah lah nak, istirahat pikiranmu sudah mulai waras,, kejiwaanmu sudah mulai membaik,, istirahat sejenak, jgn dipaksakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya babeh, terima kasih atas wejangannya.

      Hapus
  3. ....
    Udah lama nggak ke sini dan... kaget.
    Hahaha. Tulisan lo jauh berkembang dari terakhir kali gue ke sini.
    Anyway, header-nya! X))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah Funy, long time no see ( *,*)//
      Ah, dirimu bisa saja :3
      Anyway soal header, itu niat awal buat sarkas, tapi ujung-ujungnya malah dianggap blog fanbase :|
      *malah curcol*

      Hapus

Dapat berkomentar menggunakan G+ namun mohon maaf tidak memperbolehkan akun anonim.

Sangat terbuka dengan segala macam komentar, apalagi yang bisa membangun untuk kemajuan blog ini.

Tidak disarankan untuk melakukan copas (copy-paste) terhadap segala tulisan di blog ini karena sewaktu-waktu dapat dilaporkan kepada DMCA Google yang menyebabkan blog si plagiat dapat dihapus dalam kondisi terparah.

Akhir kata, terima kasih sudah berkomentar ^^v

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...