Indonesia All Stars VS Arsenal |
Baru-baru ini Indonesia kedatangan dua tim elit asal benua Eropa. Yang pertama adalah kunjungan tim nasional Belanda, pada pertandingan yang dimenangkan Belanda dengan skor 3-0 tersebut skuat merah-putih --khususnya sang kiper Kurnia Meiga-- mendapatkan apresiasi lebih karena telah bermain diluar ekspetasi pecinta sepakbola Indonesia.
Namun saat berhadapan dengan salah satu tim elit asal Liga Inggris, Arsenal FC, tim nasional Indonesia yang menggunakan nama "Indonesia All-Stars" pada saat itu harus dipermalukan dengan skor telat tujuh gol tanpa balas.
Indonesia memang kalah kelas apabila berhadapan dengan klub-klub elit asal liga elit Eropa maupun tim nasional benua Biru. Namun apakah semua kekalahan menghadapi tim-tim kuat tersebut memberikan keuntungan terhadap timnas kita? Atau malah memberikan dampak sebaliknya, melemahkan kekuatan Indonesia yang memiliki potensi untuk berbicara banyak di level Asia Tenggara.
Jauh sebelum laga dilangsungkan, bahkan ketika nama lawan timnas Indonesia telah diumumkan. Agaknya wajar hampir seluruh warga negara ini berpikiran bahwa tim nasional akan menelan kekalahan. Hal ini disebabkan karena perbedaan level permainan dan organisasi, serta perbedaan level kompetisi antara tim nasional dengan beberapa tim besar Indonesia yang melakukan kunjungan.
Belum lagi rekor pertandingan timnas yang secara kasat mata kurang begitu membanggakan, bahkan di level Asia Tenggara dimana timnas masih puasa gelar meskipun berhasil mencapai babak final di beberapa kesempatan.
Indonesia lebih cocok disebut spesialis juara kedua. |
Pihak yang mendatangkan tim-tim besar Eropa tersebut pastinya dapat berkilah dengan menyebutkan kita tidak perlu menyesali kekalahan yang hanya persahabatan ini, tapi carilah pelajaran yang bisa diperoleh punggawa timnas. Memang dalam beberapa kesempatan --yang terhitung langka-- timnas pastilah mendapatkan pengalaman.
Namun pengalaman bertanding di level teratas tersebut kemungkinan hanya dirasakan oleh pemain bertahan dan segelintir pemain tengah. Penyerang? Karena serangan timnas biasanya sudah kandas di lini tengah, maka para penyerang timnas kala berhadapan dengan tim besar Eropa seakan menjadi pajangan saja. Dampaknya adalah ketika berhadapan dengan lawan yang seimbang dan mendapatkan peluang, para penyerang timnas tidak bisa mengimbangi kesempatan-kesempatan yang diberikan lini kedua mereka yang sudah 'belajar' dari pemain kelas dunia.
Selain itu tidak semua pemain di lapangan memiliki motivasi untuk bertanding all-out serta belajar tentang kemampuan pemain level dunia mereka lawan. Kebanyakan malah 'hanya' memiliki motivasi agar bisa bermain 90 menit demi bisa bertukar kaus dengan pemain terkenal yang hanya bisa mereka saksikan dari layar kaca. Sangat jarang terlihat raut wajah kecewa, kesal atau menggerutu secara sportif ketika mereka mengalami kekalahan, yang ada kebanyakan hanya wajar gembira berebut jersey pemain Eropa tersebut.
Andik diberikan jersey oleh Beckham, bukan memintanya |
Ada baiknya promotor yang mendatangkan nama-nama besar Eropa dengan tujuan meraih untung mencoba memberikan sedikit perhatian terhadap perkembangan sepakbola. Memang berlatih dengan lawan yang kuat bisa meningkatkan level permainan, tapi tidak dengan lawan yang terlalu kuat dan terlalu sering, yang ada malah penurunan mental bertanding para pemain yang secara tidak langsung menyebabkan penurunan kualitas permainan.
iya rasanya miris juga kalo mereka hanya bermotivasi bertukar kaos, tapi ya... mau gimana lagi manusia :(
BalasHapusTapi mereka kan bertarung bawa nama negara, setidaknya bertempur mati-matian demi menjaga nama negara duluan, baru kemudian mengincar bertukar jersey.
HapusYa tapi kembali lagi, namanya juga manusia.
hehehe lucu kalau cuman ingin berebut kaos xD yang menurut gue sih pemain timnas setiap tanding banyak perubahan jadi nggak solid dah, ya itu kenapa mesti diacak-acak heuheu.. bandingin kalau timnas luar, pemainnya ya itu mulu.. sedangkan pemain muda dimasukin pelan-pelan.. ehh jadi OOT nih bray. ._.
BalasHapus