Start buruk pada awal musim 2015/2016 dengan hanya mengoleksi 12 poin dan berada pada posisi kesepuluh tentu bukan merupakan hasil ideal bagi klub sekelas Juventus. Rentetan hasil tak memuaskan ini sedikit-banyak dianggap merupakan hasil dari mercato yang dianggap kurang berhasil dalam menemukan pengganti yang sepadan dari Carlos Tevez, Andrea Pirlo dan Arturo Vidal yang merupakan pemain pilar musim lalu, alhasil posisi Massimilliano Allegri sebagai sang juru taktik La Madama pun mendapat sorotan tajam.
Namun perlahan tapi pasti Juventus mulai meraih hasil positif, mulai dari merangkak ke papan atas klasemen Serie-A hingga memuncaki grup D Liga Champion yang diisi tim kuat macam Manchester City dan Sevilla. Langkah Allegri yang memilih untuk perlahan membiarkan beberapa rekrutan baru beradaptasi dengan suasana Juventus mulai membuahkan hasil, pemain baru macam Paulo Dybala, Sami Khedira dan Alex Sandro mulai bisa memperlihatkan kemampuan terbaik mereka berseragam hitam-putih.
Bila bicara tentang kebangkitan Juve menjelang tahun baru tentu tak bisa dilepaskan dari peran Max Allegri. Taktik sang allenatore sebenarnya masih cukup efektif dalam menghadapi lawan-lawannya, hanya entah mengapa hasil akhir tak selalu memihak kubu Juventus, hal ini dibuktikan dari beberapa pertandingan Juve yang berakhir kurang baik malah terjadi pada laga dimana Juventus sebenarnya mendominasi pertandingan.
Eksekusi kurang sempurna dari punggawa Juventus ditambah dengan masih belum menyatunya rekrutan baru menjadi alasan mengapa Juve kerap kehilangan poin pada pertandingan yang seharusnya bisa mereka menangkan. Pemain yang performanya patut mendapat sorotan adalah Mario Mandzukic, Hernanes dan juga Paul Pogba.
Mandzukic sebagai satu-satunya striker matang di Juventus terasa kurang tajinya di Serie-A dengan hanya menorehkan satu gol dari sepuluh pertandingan, meskipun striker Kroasia bisa dikatakan cukup mematikan di Liga Champion. Namun gelontoran gol mungkin bukan hal yang saat ini ingin dilihat Allegri dari Mandzukic, kemungkinan pengalaman serta kekuatannya berduel udara menjadi alasan Allegri masih mempertahankannya di starting line-up. Namun dengan track record rata-rata 20 gol dalam semusim tentu Allegri dan juga Juventini mengharapkan hal yang lebih dari Mandzukic.
Bila Madzukic masih (terkadang) dipuja juventini, lain lagi dengan Hernanes. Eks-Lazio ini dianggap sebagai salah satu titik lemah dari permainan Juventus. Playmaker yang menjadi panic buying Juventus karena gagal mendapatkan Julian Draxler mulai menunjukkan diri sebagai salah satu pembelian gagal musim ini. Sebagai playmaker Hernanes gagal memberikan visi permainan pada Juventus, memang ia tidak bisa disamakan dengan sang maestro Andrea Pirlo, namun performa buruk Hernanes kerap menjadi alasan bianconeri gagal memetik poin penuh.
Seperti musim-musim sebelumnya, nama Paul Pogba selalu dihubungkan dengan kepindahannya ke klub elit Eropa macam Manchester City, PSG, Barcelona dan juga Real Madrid, tapi keputusan Pogba untuk menjadi suksesor Tevez sebagai pengembang nomor punggung 10 seakan menegaskan kalau pemuda Prancis masih akan berseragam Juventus, setidaknya untuk satu musim ini. Meski sekarang performa Pogboom mulai terlihat stabil, namun awalnya nomor punggung 10 terlihat sebagai beban bagi Pogba, dimana ia terlihat kerap berusaha terlalu keras mengisi kehilangan Pirlo dan Vidal hingga performa bagusnya musim kemarin sering tak terlihat. Bahkan Pogba sampai harus mencoret nomor punggungnya dengan "+5" agar ia bisa mengulang performa apiknya musim lalu.
Namun ada satu pemain yang patut mendapatkan apresiasi khusus dalam membawa Juventus keluar dari rentetan tren negatif tersebut, dia adalah Paulo Dybala. Pemain termahal Juventus musim 2015/2016 ini seakan membuktikan bahwa dirinya layak dibanderol hingga 35 juta Euro dengan mencetak gol-gol penting yang terkadang memastikan Juventus pulang dengan tiga poin. Dybala merupakan bukti sukses taktik Allegri dalam perlahan memperkenalkan para pemain baru kedalam starting eleven-nya Juve.
Hingga saat ini Dybala telah menjadi top skorer sementara Juventus dengan torehan 12 gol dari semua kompetisi. Pemain yang juga mendapatkan panggilan untuk membela timnas Argentina ini seakan menyatakan bahwa ia bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan Pirlo dan Tevez meski dengan cara yang berbeda. Taji Dybala tentu diharapkan pendukung Juventus manapun, mengingat gelontoran dana yang dikucurkan klub kepadanya dan usianya yang masih muda seakan mengindikasikan pemuda Argentina bisa lebih tampil lebih baik dari performanya sekarang.
Dua nama lain yang juga pantas diapresiasi membawa Juventus keluar dari hasil buruk adalah rekrutan anyar Alex Sandro dan Juan Cuadrado, serta sang kapten, Gianluigi Buffon. Alex Sandro yang berposisi sebagai bek kiri ini juga merupakan buah kesabaran Allegri dalam memperkenalkannya ke skuat utama, bukti sahih adalah ia berhasil membuat tiga assist penentu kemenangan di tiga laga Juve berturut-turut (melawan Torino, Milan dan Manchester City). Dengan Evra yang sudah berkepala tiga dan masalah kebugaran yang dialami Kwadwo Asamoah, pemuda Brazil perlahan mulai menyegel tempat reguler di sisi kiri permainan Juventus.
Sedangkan Cuadrado adalah contoh nyata pemain yang sukses di liga lain namun mengalami kesulitan beradaptasi di Liga Premier Inggris. Raja assist pada gelaran Piala Dunia 2014 ini merupakan pinjaman dari klub Liga Inggris, Chelsea. Seiring performa bagusnya bersama Juventus dan tampak enggannya sang pemain maupun Chelsea untuk membawanya kembali ke Liga Inggris, salah satu panic buying sukses Marotta ini sepertinya akan dihadiahi status permanen bersama Juventus Januari depan. Cuadrado mampu memberikan pengaruh instant di lini depan Juve saat para striker baru La Madama tampak masih mencari performa terbaik mereka.
Dan terakhir adalah performa apik dari sang kapten, Gianluigi Buffon. Meskipun secara keseluruhan pemain Juve bermain buruk, Gigi Buffon mampu menunjukkan kapabilitasnya sebagai seorang kapten dan memberikan rasa aman bagi para pemain serta Juventini manapun. Bila bukan Buffon yang berada dibawah gawang Juventus, maka tidak berlebihan bila kita mengatakan posisi Juve (dan Allegri) kemungkinan akan berada di posisi yang lebih 'berbahaya' dibandingkan sekarang.
Tertinggal enam poin dari pemuncak klasemen Serie-A sementara ditatap optimis seluruh armada Juventus, mengingat mereka perlahan sudah meninggalkan tren negatif dan kompetisi masih menyisakan 25 pertandingan lagi. Ingat, musim lalu Roma dan Napoli yang sempat memberikan perlawan sengit di paruh pertama kompetisi mulai kelelahan dan tercecer di paruh kedua, bukan tidak mungkin hal tersebut dialami Internazionale dan Fiorentina yang musim ini tampil sebagai tim 'kejutan'. Bila mampu menjaga performa bagus sembari berharap para rival melakukan kesalahan sendiri, bukan tidak mungkin Juventus mengulangi, bahkan melampaui pencapaian mereka musim lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dapat berkomentar menggunakan G+ namun mohon maaf tidak memperbolehkan akun anonim.
Sangat terbuka dengan segala macam komentar, apalagi yang bisa membangun untuk kemajuan blog ini.
Tidak disarankan untuk melakukan copas (copy-paste) terhadap segala tulisan di blog ini karena sewaktu-waktu dapat dilaporkan kepada DMCA Google yang menyebabkan blog si plagiat dapat dihapus dalam kondisi terparah.
Akhir kata, terima kasih sudah berkomentar ^^v