Baca sebelumnya :
Story so far ...
"Fred dan beberapa orang temannya terdampar di dunia lain yang bernama Carnagia. Untuk dapat kembali ke dunia asal mereka harus mencari sosok Saint yang disebut-sebut mampu mengembalikan mereka. Di dunia ini terdapat monster bernama liveless yang bisa dikalahkan dengan senjata bernama Eve Weapon, sebuah senjata yang berasal dari alam pikiran si penggunanya. Fred yang pernah datang ke Carnagia sebelumnya bisa menggunakan Eve Weapon dan memutuskan untuk mengajari teman-temannya. Namun saat mempelajari Eve Weapon sekelompok liveless pun menyerang. Fred yang terluka karena melindungi Dre hampir saja tewas, namun disaat kritis itu Eve Weapon milik Dre akhirnya bangkit."
Eve Weapon Dre telah bangkit, bentuk ialah deathsychte (sabit dewa kematian), dengan kondisi Fred yang masih menahan pendarahannya, Dre mulai mengalahkan liveless yang ada di sekitarnya agar Fred dan Daisy bisa mundur.
"Daisy, bawa Fred ke tempat yang lebih aman. Serahkan semuanya disini padaku." sahut Dre sambil menghadapi para liveless.
Daisy mengangguk, ia segera memapah Fred ke arah T.K dan Andrew. Andrew yang mengkhawatirkan kedua temannya turun menjemput Daisy dan Fred. Dengan perlindungan Andrew langkah Daisy menjadi semakin aman. Arghana yang sudah selesai menghabisi liveless di dekatnya mendekati Dre yang tampak masih kesulitan menggunakan Eve Weapon nya.
"Jangan paksakan dirimu, menggunakan Eve Weapon memang menyusahkan pada awalnya. Serahkan semua pada ku." ucap Arghana pada Dre.
"Terima kasih atas saran dan bantuanmu. Tapi aku tak bisa diam melihat makhluk-makhluk yang melukai temanku berkeliaran seperti ini." jawab Dre mantap.
Arghana tersenyum mendengar jawaban Dre. "Hmph, kalian berdua memang mirip, baiklah, kau bebas bertarung asal jangan menambah masalah saja."
Dre, Arghana, T.K dan Andrew kemudian menghabisi liveless yang tersisa. Kekuatan mereka berempat terlalu sulit untuk ditandingi para liveless tersebut. Dalam hitungan menit mereka berhasil mengalahkan sebagian besar liveless, para liveless yang tersisa memilih untuk mundur karena mengetahui mereka tidak akan mampu menang.
Setelah para liveless melarikan diri Dre, T.K dan Andrew menghilangkan Eve Weapon mereka. Dre langsung terduduk karena kelelahan akibat menggunakan Eve Weapon untuk pertama kalinya.
"You all right Dre?" Andrew langsung mendatangi temannya itu.
"Yeah, cuma kelelahan saja. Fyuh, tak kusangka menggunakan Eve Weapon bisa seletih ini." kata Dre masih kelelahan.
"Well, aku juga mengalaminya saat pertama kali." jawab Andrew sambil tersenyum dan menepuk pundak Dre.
"Bagaimana dengan Fred?!" Dre langsung bertanya.
"Dia sudah dibawa ke tempat yang aman. Lebih baik kita kesana. Andrew, bantu Dre berjalan, dia tampak sangat kelelahan." kata Arghana.
Andrew mengangguk, ia pun membantu Dre berdiri dan memapahnya berjalan. Mereka berempat berjalan ke sebuah rumah tidak jauh dari tempat bertarung barusan. Di dalamnya ada Fred yang terluka, lukanya tampak parah tapi sudah diolesi semacam cairan aneh.
"Itu ... apa itu?" tanya Dre penasaran.
"Itu obat dari dunia ini, kalau yang kau maksud adalah cairan yang ada di tubuh Fred. Cairan itu membantu menyembuhkan luka." jawab Arghana.
"Apakah itu aman? Well..... untuk manusia?" Dre masih tidak yakin.
"Fear not human, cairan itu telah terbukti untuk menyembuhkan luka manusia. Setidaknya itu yang terjadi beberapa ratus tahun yang lalu, cairan itu juga yang menyembuhkan luka Fred." jawab Arghana.
Dre tidak lagi bertanya, Dre tahu Fred pernah mengatakan bahwa ia pernah datang ke Carnagia sebelumnya. Namun beberapa ratus tahun yang lalu? Pertanyaan itu masing mengiang di pikiran Dre, tapi yang penting dipikirannya sekarang adalah kesembuhan temannya itu.
Dre pun duduk, ia terlihat lebih tenang. Perkataan Arghana cukup untuk meyakinkan dirinya bahwa Fred akan selamat, setidaknya itu yang ia percayai. Dre melihat sekeliling, di ruangan tempat Fred berbaring hanya ada Daisy, wajahnya tampak sedih. Mungkin ia merasa bersalah, mungkin juga karena tidak ingin kehilangan Fred seperti yang dirasakan Dre.
Dre kemudian memperhatikan ke bagian lain rumah, ia melihat Irine masih ketakutan akibat serangan liveless dan ada Daisy yang duduk gemetaran, tampaknya ia begitu takut melihat luka Fred. Dre masih terlalu lelah untuk melakukan apapun, ia sebenarnya masih ingin mengetahui perkembangan kondisi Fred, tapi kondisinya fisiknya sudah terlalu letih. Dre kemudian memejamkan mata sejenak.
Dre membuka matanya, hari sudah gelap. Dre yang kondisinnya sudah baikan bangkit dari tempat duduknya, ia langsung ke kamar Fred. Fred masih terbaring tak sadarkan diri, disebelahnya masih ada Daisy yang menunggu, entah sudah berapa lama disana.
"Oh, hai Dre. Bagaimana kondisimu?" Daisy yang sadar akan kehadiran Dre langsung menyapanya.
"Baik-baik saja, kau daritadi disini? Istirahatlah sebentar."
Daisy menggeleng "Tidak usah, I'm fine. Daripada aku, Fred lebih membutuhkan pertolongan, dia masih belum sadarkan diri."
Dre kemudian duduk disebelah Daisy, ia tidak tega melihat temannya sendiri menjaga Fred. Kemudian keduanya kembali terdiam.
"Ummm ... Dre." Daisy memecah keheningan.
"Ya?"
"Aku ingin bertanya, ... Um ... kenangan dan harapan apa yang kau pikirkan saat membangkitkan Eve Weapon mu?" Daisy tampak penasaran meskipun matanya masih ke arah Fred.
"Kenangan dan harapan? Errr ..." Dre tampak masih berpikir "Aku tidak terlalu berpikir banyak, hanya saja aku tidak ingin melihat Fred mati di depanku. Mungkin Fred-lah yang membuat Eve Weapon ku bangkit. Mungkin. Memangnya kenapa Daisy?"
"Ummm.... tidak apa-apa, hanya saja .... aku ... aku takut hanya menjadi beban bagi kalian semua. Luka yang dialami Fred tidak akan terjadi kalau bukan karena aku terjatuh." ucap Daisy sambil gemetar.
"Heh, jangan salahkan dirimu seperti itu Daisy, siapapun pasti sadar itu hanya kecelakaan." jawab Dre sambil tersenyum.
"Tapi kan ..."
"Sudah, kamu tenang saja. Fred akan baik-baik saja dan kita pasti bisa kembali ke dunia kita." ucap Dre sambil memegang pundak Daisy.
Daisy tampak lebih tenang setelah mendengar jawaban Dre, sekarang mereka berdua hanya duduk menunggu hingga Fred sadar.
Daisy membuka matanya, sepertinya ia tertidur saat menunggui Fred bersama Dre. Ia terbangun karena silaunya cahaya matahari, dan ketika ia membuka mata ia melihat sosok Fred sudah tak terbaring lagi.
"Hai Daisy, thanks sudah menunggui ku." ujar Fred sambil tersenyum.
Badan Daisy gemetar akibat rasa senang, air mata juga berlinang, ia tampak senang melihat Fred sudah melewati masa kritisnya. Tanpa sadar Daisy memeluk Fred.
"Well, ternyata kalian sudah sampai sejauh itu saat aku tertidur." suara familiar mengangetkan Daisy
"Er... Um .... i ... ini tidak seperti itu kan Fred? Iya kan? Aku ... aku .... aku hanya ...." Daisy tampak gelagapan dan mukanya mulai memerah.
"Dre, iseng seperti biasa." ujar Fred sambil tersenyum kepada Dre yang sudah terbangun.
"Hehehehehe, popular guy as always Fred. Terkadang aku iri dengan kemampuanmu itu." Dre bangkit dari tempat duduknya.
"Um .. um ... aku akan meninggalkan kalian berdua disini. Aku ada urusan lain." kata Daisy sambil meninggalkan ruangan.
"Sudah berapa hari aku tak sadarkan diri?" tanya Fred ketika Daisy meninggalkan ruangan.
"Hanya satu hari, kira-kira sore nanti tepat satu hari sang Fred pingsan karena bertarung dengan liveless." jawab Dre dengan nada bercanda.
Fred tersenyum "berarti waktu kita tidak banyak terbuang, kita harus bergegas menuju Magnama, bertemu dengan Saint dan pulang ke dunia kita."
"Hold on Fred! Tubuhmu belum sembuh seluruhnya, butuh beberapa hari lagi bagimu untuk memulihkan diri."
"Trust me Dre. Aku pernah mengalami yang lebih buruk." jawab Fred dingin.
"Jika kalian ingin bergegas ke Magnama, aku sarankan untuk menunggu sehari lagi." tiba-tiba Arghana masuk ke ruangan tempat Fred dan Dre berbicara.
"Arghana .... apa maksudmu?" Dre penasaran
"Aku sudah memberi tahu kerajaan Cultio tentang keadaan kita, dan mereka paham dengan situasi kita. Mereka sudah mengirimkan kereta untuk transportasi kita, dan kereta itu akan sampai disini besok." Arghana menjelaskan.
"See? Dengar itu Fred? At least kau punya waktu istirahat sehari lagi." Dre tampak senang "By the way, Cultio itu apa?"
"Cultio adalah nama kerajaan dimana aku mengabdi. Kerajaan Cultio memiliki tentara yang paling kuat diseluruh Carnagia jika harus berhadapan dengan liveless. Tapi kekuatan kami berkurang dalam beberapa ratus terakhir ..." jawab Arghana.
"Dan karena itu kalian membuka 'pintu'." potong Dre.
"Eh?"
Arghana menghela nafas "Dre, lebih baik kau keluar dulu dari ruangan ini, ada yang ingin aku bicarakan dengan Fred."
Dre masih memiliki banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan kepada Arghana dan Fred. Tapi setelah melihat perubahan raut wajah kedua rekannya rekannya itu ia mengurungkan niatnya dan keluar dari ruangan tersebut.
Karena tidak tahu apa yang harus ia lakukan, Dre memutuskan untuk mencari teman-temannya yang lain. Irine masih mengunci diri di kamarnya, tampaknya ia masih shock akibat serangan liveless yang terakhir. Sedangkan yang lain tidak ada di rumah. Karena penasaran Dre pun mencari mereka.
Saat Dre berjalan di tempat mereka berlatih membangkitkan Eve Weapon ia melihat Daisy ada disana.
"Hai Daisy!"
"Eh?! Dre? Apa yang kau lakukan disini?" Daisy tampak terkejut.
"Nothing, Fred dan Arghana tampaknya sedang membicarakan sesuatu. Jadi aku punya banyak waktu luang untuk dihabiskan. Nah kamu? Apa yang kamu lakukan disini?"
"Um ... aku masih ingin berlatih untuk membangkitkan Eve Weapon. Yah, supaya aku tidak menjadi beban bagi semua, dan tidak membuat orang lain terluka." jawab Daisy.
"Hehehe.. sudah kuduga, tapi jangan paksakan dirimu Daisy." jawab Dre sembari tersenyum.
"You bet!" jawab Daisy dengan penuh semangat.
"Heh, in that case aku akan tetap disini." kata Dre.
"EH!?"
"Mau apa lagi? Aku tidak ada kegiatan lain dan juga aku bingung mau kemana. Selain itu aku bisa mengawasimu kalau-kalau Eve Weapon mu ... Well .... agak aneh." jawab Dre.
"Hehehe, thanks Dre. Aku merasa lebih aman denganmu disini." kata Daisy.
Akhirnya Dre menemani Daisy berlatih sampai langit menjadi gelap, saat langit menjadi gelap mereka memutuskan untuk kembali. Dimana semua rekan mereka telah berkumpul.
"Sekarang semua sudah lengkap, ada yang ingin aku sampaikan pada kalian." Arghana membuka percakapan.
"Besok pagi akan ada kereta kerajaan Cultio yang menjemput kita, total ada tiga kereta. Untuk keamanan masing-masing aku akan membagi urutan siapa-siapa yang akan naik, dibagi berdasarkan mereka yang bisa menggunakan Eve Weapon dan yang tidak." Arghana menjelaskan.
"Ummmm... Arghana? Aku ingin bertanya. Bagaimana cara kau menentukan siapa-siapa yang naik ke kereta?" tanya Irine.
"Aku hanya membaginya berdasarkan mereka yang bisa menggunakan Eve Weapon dan yang tidak. Bagi mereka yang tidak bisa ikuti saja, karena kalian tidak punya pilihan." jawab Arghana sambil meninggikan suaranya.
Irine hanya diam mendengar jawaban Arghana, begitu juga yang lain.
"Baiklah, sekarang akan aku sampaikan urutannya. Kereta pertama ada aku, Eugene dan Terry. Kereta kedua ada T.K, Andrew, Gina dan Irine. Sedangkan Fred, Dre dan Daisy mengisi kereta ketiga. Ada pertanyaan?"
Gina mengangkat tangannya dan bertanya "Kenapa Fred, Dre dan Daisy di satu kereta? Bukankah hanya Daisy yang tidak memiliki Eve Weapon?"
"Itu karena Fred masih belum sembuh dari lukanya. Jika dipaksakan melindungi satu orang malah akan menyulitkan." jawab Arghana.
Fred tampak tidak suka dengan jawaban Arghana tapi ia lebih memilih diam. Begitu juga yang lainnya, mereka tidak memiliki alasan yang kuat untuk melawan argumen Arghana.
"Baiklah, kalau tidak ada yang ditanyakan lagi lebih baik kalian beristirahat. Perjalanan besok mungkin akan melelahkan." tutup Argahana.
Keesokan paginya mereka bangun, kereta pengangkut telah tiba. Badan mereka seperti kuda namun berkepala dan berkuku layaknya naga dengan membawa sebuah kereta dibelakang mereka. Namun hewan 'asing' tersebut tampak sangat jinak dihadapan Arghana dan Fred.
Mereka kemudian naik ke kereta masing-masing sesuai dengan urutan yang disebutkan Arghana. Selama di perjalanan tidak banyak yang berbicara, masing-masing sudah tampak lelah dengan segala hal yang menimpa mereka semenjak mendarat di Carnagia. Setelah hampir setengah hari perjalanan, mereka sampai di kota Magnama.
Sesampainya di Magnama mereka takjub dengan arsitektur kota tersebut. Tapi kekaguman mereka tidak bertahan lama karena Arghana sudah bergegas menuju bangunan paling besar untuk bertemu dengan Saint.
"Kita benar-benar akan bertemu dengan si Saint ini?" sahut Gina bersemangat.
"Yah, tampaknya begitu." jawab Fred datar.
"Berarti kita bisa pulang ke dunia kita! Tidak perlu lagi berlama-lama di dunia aneh ini!" Irine juga kegirangan.
Kebanyakan dari mereka tampak senang ketika mengetahui mereka akan bertemu dengan Saint. Hanya Fred yang tampak diam dan tenang seperti biasa.
Mereka masuk ke bangunan yang mirip istana. Di dalamnya Arghana bertemu dengan petugas dan mengatakan bahwa mereka ingin bertemu dengan Saint. Petuga itu tersenyum dan mengatakan bahwa Saint sudah mengetahui kunjungan mereka dan tidak sabar ingin bertemu. Rombongan tersebut dibawa ke lantai paling atas dan berhenti di hadapan pintu yang begitu besar. Pintu tersebut dibuka dan sosok tua dengan pakaian putih.
"Hohoho .. lihat siapa disini. Ada Arghana dan .... tampaknya seseorang dari masa lalu. Fred Cornwell bukan?" ucap Saint tersebut begitu melihat mereka.
"Saint Morpheus" ujar Arghana sambil berlutut dihadapannya.
"Uther Crom." ujar Fred sambil berbisik.
"My My, sudah lama tidak ada yang memanggilku dengan nama asli. Kau memang masih bocah nakal seperti tiga ratus tahun yang lalu Fred." sosok Saint itu menjawab dengan senyuman.
"Sekarang kalian sudah berkumpul disini. Hmmmm, lebih banyak manusia dibanding waktu itu, dan aku asumsikan kalian ingin kembali ke dunia asal kalian bukan?" ujar Saint Morpheus.
. . . . . . . . . . . . . . . .
Dre membuka matanya, hari sudah gelap. Dre yang kondisinnya sudah baikan bangkit dari tempat duduknya, ia langsung ke kamar Fred. Fred masih terbaring tak sadarkan diri, disebelahnya masih ada Daisy yang menunggu, entah sudah berapa lama disana.
"Oh, hai Dre. Bagaimana kondisimu?" Daisy yang sadar akan kehadiran Dre langsung menyapanya.
"Baik-baik saja, kau daritadi disini? Istirahatlah sebentar."
Daisy menggeleng "Tidak usah, I'm fine. Daripada aku, Fred lebih membutuhkan pertolongan, dia masih belum sadarkan diri."
Dre kemudian duduk disebelah Daisy, ia tidak tega melihat temannya sendiri menjaga Fred. Kemudian keduanya kembali terdiam.
"Ummm ... Dre." Daisy memecah keheningan.
"Ya?"
"Aku ingin bertanya, ... Um ... kenangan dan harapan apa yang kau pikirkan saat membangkitkan Eve Weapon mu?" Daisy tampak penasaran meskipun matanya masih ke arah Fred.
"Kenangan dan harapan? Errr ..." Dre tampak masih berpikir "Aku tidak terlalu berpikir banyak, hanya saja aku tidak ingin melihat Fred mati di depanku. Mungkin Fred-lah yang membuat Eve Weapon ku bangkit. Mungkin. Memangnya kenapa Daisy?"
"Ummm.... tidak apa-apa, hanya saja .... aku ... aku takut hanya menjadi beban bagi kalian semua. Luka yang dialami Fred tidak akan terjadi kalau bukan karena aku terjatuh." ucap Daisy sambil gemetar.
"Heh, jangan salahkan dirimu seperti itu Daisy, siapapun pasti sadar itu hanya kecelakaan." jawab Dre sambil tersenyum.
"Tapi kan ..."
"Sudah, kamu tenang saja. Fred akan baik-baik saja dan kita pasti bisa kembali ke dunia kita." ucap Dre sambil memegang pundak Daisy.
Daisy tampak lebih tenang setelah mendengar jawaban Dre, sekarang mereka berdua hanya duduk menunggu hingga Fred sadar.
. . . . . . . . . . . . . . . .
Daisy membuka matanya, sepertinya ia tertidur saat menunggui Fred bersama Dre. Ia terbangun karena silaunya cahaya matahari, dan ketika ia membuka mata ia melihat sosok Fred sudah tak terbaring lagi.
"Hai Daisy, thanks sudah menunggui ku." ujar Fred sambil tersenyum.
Badan Daisy gemetar akibat rasa senang, air mata juga berlinang, ia tampak senang melihat Fred sudah melewati masa kritisnya. Tanpa sadar Daisy memeluk Fred.
"Well, ternyata kalian sudah sampai sejauh itu saat aku tertidur." suara familiar mengangetkan Daisy
"Er... Um .... i ... ini tidak seperti itu kan Fred? Iya kan? Aku ... aku .... aku hanya ...." Daisy tampak gelagapan dan mukanya mulai memerah.
"Dre, iseng seperti biasa." ujar Fred sambil tersenyum kepada Dre yang sudah terbangun.
"Hehehehehe, popular guy as always Fred. Terkadang aku iri dengan kemampuanmu itu." Dre bangkit dari tempat duduknya.
"Um .. um ... aku akan meninggalkan kalian berdua disini. Aku ada urusan lain." kata Daisy sambil meninggalkan ruangan.
"Sudah berapa hari aku tak sadarkan diri?" tanya Fred ketika Daisy meninggalkan ruangan.
"Hanya satu hari, kira-kira sore nanti tepat satu hari sang Fred pingsan karena bertarung dengan liveless." jawab Dre dengan nada bercanda.
Fred tersenyum "berarti waktu kita tidak banyak terbuang, kita harus bergegas menuju Magnama, bertemu dengan Saint dan pulang ke dunia kita."
"Hold on Fred! Tubuhmu belum sembuh seluruhnya, butuh beberapa hari lagi bagimu untuk memulihkan diri."
"Trust me Dre. Aku pernah mengalami yang lebih buruk." jawab Fred dingin.
"Jika kalian ingin bergegas ke Magnama, aku sarankan untuk menunggu sehari lagi." tiba-tiba Arghana masuk ke ruangan tempat Fred dan Dre berbicara.
"Arghana .... apa maksudmu?" Dre penasaran
"Aku sudah memberi tahu kerajaan Cultio tentang keadaan kita, dan mereka paham dengan situasi kita. Mereka sudah mengirimkan kereta untuk transportasi kita, dan kereta itu akan sampai disini besok." Arghana menjelaskan.
"See? Dengar itu Fred? At least kau punya waktu istirahat sehari lagi." Dre tampak senang "By the way, Cultio itu apa?"
"Cultio adalah nama kerajaan dimana aku mengabdi. Kerajaan Cultio memiliki tentara yang paling kuat diseluruh Carnagia jika harus berhadapan dengan liveless. Tapi kekuatan kami berkurang dalam beberapa ratus terakhir ..." jawab Arghana.
"Dan karena itu kalian membuka 'pintu'." potong Dre.
"Eh?"
Arghana menghela nafas "Dre, lebih baik kau keluar dulu dari ruangan ini, ada yang ingin aku bicarakan dengan Fred."
Dre masih memiliki banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan kepada Arghana dan Fred. Tapi setelah melihat perubahan raut wajah kedua rekannya rekannya itu ia mengurungkan niatnya dan keluar dari ruangan tersebut.
Karena tidak tahu apa yang harus ia lakukan, Dre memutuskan untuk mencari teman-temannya yang lain. Irine masih mengunci diri di kamarnya, tampaknya ia masih shock akibat serangan liveless yang terakhir. Sedangkan yang lain tidak ada di rumah. Karena penasaran Dre pun mencari mereka.
Saat Dre berjalan di tempat mereka berlatih membangkitkan Eve Weapon ia melihat Daisy ada disana.
"Hai Daisy!"
"Eh?! Dre? Apa yang kau lakukan disini?" Daisy tampak terkejut.
"Nothing, Fred dan Arghana tampaknya sedang membicarakan sesuatu. Jadi aku punya banyak waktu luang untuk dihabiskan. Nah kamu? Apa yang kamu lakukan disini?"
"Um ... aku masih ingin berlatih untuk membangkitkan Eve Weapon. Yah, supaya aku tidak menjadi beban bagi semua, dan tidak membuat orang lain terluka." jawab Daisy.
"Hehehe.. sudah kuduga, tapi jangan paksakan dirimu Daisy." jawab Dre sembari tersenyum.
"You bet!" jawab Daisy dengan penuh semangat.
"Heh, in that case aku akan tetap disini." kata Dre.
"EH!?"
"Mau apa lagi? Aku tidak ada kegiatan lain dan juga aku bingung mau kemana. Selain itu aku bisa mengawasimu kalau-kalau Eve Weapon mu ... Well .... agak aneh." jawab Dre.
"Hehehe, thanks Dre. Aku merasa lebih aman denganmu disini." kata Daisy.
Akhirnya Dre menemani Daisy berlatih sampai langit menjadi gelap, saat langit menjadi gelap mereka memutuskan untuk kembali. Dimana semua rekan mereka telah berkumpul.
"Sekarang semua sudah lengkap, ada yang ingin aku sampaikan pada kalian." Arghana membuka percakapan.
"Besok pagi akan ada kereta kerajaan Cultio yang menjemput kita, total ada tiga kereta. Untuk keamanan masing-masing aku akan membagi urutan siapa-siapa yang akan naik, dibagi berdasarkan mereka yang bisa menggunakan Eve Weapon dan yang tidak." Arghana menjelaskan.
"Ummmm... Arghana? Aku ingin bertanya. Bagaimana cara kau menentukan siapa-siapa yang naik ke kereta?" tanya Irine.
"Aku hanya membaginya berdasarkan mereka yang bisa menggunakan Eve Weapon dan yang tidak. Bagi mereka yang tidak bisa ikuti saja, karena kalian tidak punya pilihan." jawab Arghana sambil meninggikan suaranya.
Irine hanya diam mendengar jawaban Arghana, begitu juga yang lain.
"Baiklah, sekarang akan aku sampaikan urutannya. Kereta pertama ada aku, Eugene dan Terry. Kereta kedua ada T.K, Andrew, Gina dan Irine. Sedangkan Fred, Dre dan Daisy mengisi kereta ketiga. Ada pertanyaan?"
Gina mengangkat tangannya dan bertanya "Kenapa Fred, Dre dan Daisy di satu kereta? Bukankah hanya Daisy yang tidak memiliki Eve Weapon?"
"Itu karena Fred masih belum sembuh dari lukanya. Jika dipaksakan melindungi satu orang malah akan menyulitkan." jawab Arghana.
Fred tampak tidak suka dengan jawaban Arghana tapi ia lebih memilih diam. Begitu juga yang lainnya, mereka tidak memiliki alasan yang kuat untuk melawan argumen Arghana.
"Baiklah, kalau tidak ada yang ditanyakan lagi lebih baik kalian beristirahat. Perjalanan besok mungkin akan melelahkan." tutup Argahana.
. . . . . . . . . . . . . . . .
Keesokan paginya mereka bangun, kereta pengangkut telah tiba. Badan mereka seperti kuda namun berkepala dan berkuku layaknya naga dengan membawa sebuah kereta dibelakang mereka. Namun hewan 'asing' tersebut tampak sangat jinak dihadapan Arghana dan Fred.
Mereka kemudian naik ke kereta masing-masing sesuai dengan urutan yang disebutkan Arghana. Selama di perjalanan tidak banyak yang berbicara, masing-masing sudah tampak lelah dengan segala hal yang menimpa mereka semenjak mendarat di Carnagia. Setelah hampir setengah hari perjalanan, mereka sampai di kota Magnama.
Sesampainya di Magnama mereka takjub dengan arsitektur kota tersebut. Tapi kekaguman mereka tidak bertahan lama karena Arghana sudah bergegas menuju bangunan paling besar untuk bertemu dengan Saint.
"Kita benar-benar akan bertemu dengan si Saint ini?" sahut Gina bersemangat.
"Yah, tampaknya begitu." jawab Fred datar.
"Berarti kita bisa pulang ke dunia kita! Tidak perlu lagi berlama-lama di dunia aneh ini!" Irine juga kegirangan.
Kebanyakan dari mereka tampak senang ketika mengetahui mereka akan bertemu dengan Saint. Hanya Fred yang tampak diam dan tenang seperti biasa.
Mereka masuk ke bangunan yang mirip istana. Di dalamnya Arghana bertemu dengan petugas dan mengatakan bahwa mereka ingin bertemu dengan Saint. Petuga itu tersenyum dan mengatakan bahwa Saint sudah mengetahui kunjungan mereka dan tidak sabar ingin bertemu. Rombongan tersebut dibawa ke lantai paling atas dan berhenti di hadapan pintu yang begitu besar. Pintu tersebut dibuka dan sosok tua dengan pakaian putih.
"Hohoho .. lihat siapa disini. Ada Arghana dan .... tampaknya seseorang dari masa lalu. Fred Cornwell bukan?" ucap Saint tersebut begitu melihat mereka.
"Saint Morpheus" ujar Arghana sambil berlutut dihadapannya.
"Uther Crom." ujar Fred sambil berbisik.
"My My, sudah lama tidak ada yang memanggilku dengan nama asli. Kau memang masih bocah nakal seperti tiga ratus tahun yang lalu Fred." sosok Saint itu menjawab dengan senyuman.
"Sekarang kalian sudah berkumpul disini. Hmmmm, lebih banyak manusia dibanding waktu itu, dan aku asumsikan kalian ingin kembali ke dunia asal kalian bukan?" ujar Saint Morpheus.
........ ( bersambung )
Ya ampun, gue baru baca ini. Baru mulai aja udah lgsung takjub. Kudu baca dari awal euy :)
BalasHapus300 tahun di Cargania berapa hari di bumi? 3 bulan kah? secepat itu kah mereka akan kembali ke bumi? huhu
BalasHapuscerita yang ini menurut gua keseruannya berkurang, soalnya udah gak ada kejutan lagi hehe.
Yup, ane juga ngerasa kurang 'greget; di part ini. Soalnya minim battle scene (sepertinya imajinasi gua bekerja lebih baik pas battle scene).
HapusTapi tunggu kisah selanjutnya yah :D
ditunggu asal ada bayarannya #uhuk #bercandatapingarep harusnya tiap 1 part ada kejadian yang bikin greget
HapusTerima kasih atas sarannya Sahil.
Hapus#dicatet
sekedar koreksi bang di pargraf yang ini
BalasHapus"Fear not human, cairan itu telah terbukti untuk menyembuhkan luka manusia. Setidaknya itu yang terjadi beberapa (ratus yang lalu,) cairan itu juga yang menyembuhkan luka Fred." jawab Arghana.
harusnya di tambah kata tahun setelah ratus bang.
Oh, iya. Saya khilaf :|
HapusTerima kasih atas koreksinya Ayu :)
hmmm.... full imagination!
BalasHapusJadi yang disebut sebagai 'Saint' itu orang tua? Gue kira malah kayak yang di Saint Seiya XD
BalasHapusSaint Seiya? Jauh amat, saint Seiya itu kan kumpulan anak muda dengan armor dewa :P
Hapuskebayang bleach :3
BalasHapuskalau bagian pertarungan Dre, Arghana, T.K dan Andrew lawan less less itu *susah ngingat -_-, dibuat agak detailn pasti seru, imho :3
Dibanding chapter sebelumnya, mungkin ini bisa disebut sebagai chapter penenang :3 hehehehe
Diusahakan dibuat lebih detail, terima kasih sarannya mbak Pit :D
HapusYa bisa dibilang begitu, soalnya part ini lebih banyak adegan bincang-bincangnya dibanding action.
kirain bakal keluar eve weapon lainnya :p sudah kuduga, kalo di dunia "paralel" gini, hitungan taunnya beda jauh, mirip di cerita law of ueki plus dan komik lainnya ehe.. tag lagi ya bang lanjutannya~
BalasHapusDitunggu ya Eve Weapon karakter lain :P
HapusOkesip.
waaaah bagus aku baru baca part ini, berasa kaya main game RPG
BalasHapusAaaaaaa makin penasaran bang. Apalagi itu diatas ada scene-nya Fred sama Daisy asdfghjkl << fangirling
BalasHapusUpdate lagi bang. Btw, kok disini gambarnya lebih dikit dari yang sebelumnya ya? :o
Gambarnya lebih dikit? Mungkin karena sulit nyari gambar yang 'suasanan'nya cocok, soalnya kebanyakan adegan di tempat yang itu-itu aja.
HapusPetuga ---> maksudnya petugas kan?
BalasHapussejujurnya di bagian tengah penggambarannya agak-agak membosankan bang lebih ke drama-drama yang bagian fred ngga sadarkan diri dan daisy merasa bersalah. kalau di cerita kedua sebelumnya bisa ngebawa pembaca seolah-olah masuk ke dunia petualangan anime yang sebenarnya. itu cuma bagian tengah ko kebawahnya udah oke. terus gw mau nanya, kalau gambaran kereta kan panjang ya? apa ngga aneh kalau harus datang tiga kereta? 9satu aja masih lega ;D) saran gw coba lebih di deskripsikan lagi bentuk keretanya apa cuma sejenis 'bajaj' gitu yang cukup satu atau dua orang seperti apa. oke saint sudah mulai ketemu, cuma kayaknya alurnya agak cepat ya bang, atau nanti ada konflik lagi? kita liat nanti kelanjutannya..
sekarang saran
di(spasi)sini <---semua yang menunjukan kata tempat dan waktu pisah ya... denganmu, dengannya (tanpa spasi) menunjukan kepunyaan..
terakhir maaf baru dibaca..
Maaf banyak typo ._.v
HapusPenggambaran kereta itu seperti kereta kuda. Jadi hanya muat sampai sekitar empat penumpang.
Btw, terima kasih atas sarannya bang Ujay, maklum ane masih nubie soal cerita seperti ini.
Gpp kq, mau kapanpun asal dibaca saya senang :3
si saint kayak apa bentuknya bang, kaga ada ilustrasinya bikin penasaran ._.
BalasHapusSosok Saint akan digambarkan di part berikutnya.
Hapus