Gambar diatas adalah poster dari film drama-romantis karya Giddens Ko yang rilis pada tahun 2011 lalu, berjudul "You're the Apple of My Eye". Meskipun sudah dirilis sekitar dua tahun yang lalu, tapi gue baru nonton film yang memenangkan penghargaan sebagai "Film Cina dan Taiwan Terbaik" pada acara "Penghargaan Perfilman Hong Kong ke-31" beberapa minggu yang lalu *sumpah telat banget*.
Film ini menceritakan kisah cinta (yang 'dicurigai' based on true story) Ko Ching-Teng, seorang pemuda malas dengan kelakuan buruk dengan murid teladan Shen Chia-yi. Namun sayang, ending film yang menurut gue lebih cocok ditonton cowok saja ini (serius, kalau cewek yang nonton agak gimana gitu) bisa membuat penontonnya mindfucked dan (probably), tidak terima.
Bicara jujur, jalan cerita dan ending film ini seakan mengingatkan gue kepada masa lalu gua, tepatnya ketika SMA. Bukan, gue bukannya suka fapfap di kelas kayak Ko-Teng dan teman-temannya, yang mengingatkan gue adalah kisah cintanya yang 'identik' dengan masa romansa gue semasa masih berseragam putih-abu-abu.
Meskipun diawal gue bilang cerita ini adalah masa ketika SMA, tapi sebenarnya nggak pas SMA juga dimulainya. Cerita berawal ketika gue baru memasuki SMP, yap, 'cerita' gue ini benar-benar dimulai ketika gue memulai hidup gue bersekolah di sekolah swasta setelah menghabiskan enam tahun di SD Negeri.
SMP Frater Padang. Itu nama SMP tempat gue sekolah, dari namanya mungkin bisa ditebak kalau itu sekolah yayasan yang bertingkat. Yap, at the first time, gue berpikiran bahwa gue bakal jadi kaum minoritas disini, secara kalau melihat agama (bukan RASIS kok ini. Suer), gue sebagai muslim yang 'terdampar karena rekomendasi bokap' harus sekolah disini akan minoritas diantara teman-teman keturunan Tionghoa yang mayoritas beragama Kristen/Katolik.
Well, selain faktor agama. Faktor "anak baru" juga membuat gue tambah minder sekolah disana. Secara disaat anak-anak yang lain sedang ospek masuk SMP, gue malah leha-leha di rumah (baca: masih ngurus administrasi dan sebagainya), dan gue masuk pas di hari pertama. Untung kelasnya ketemu, dan guess what? Jadi "anak baru" di kelas satu SMP yang bahkan baru masuk hari pertama (untuk belajar) itu nggak enak loh guys.
Well, at least gue menemukan seorang teman. Teman sebelahan bangku dan semeja (karena kalau sebangku kesannya sekolah gue menyedihkan bener) bernama Alex. Dan Alex ini orangnya ......... ngaco.
Mungkin karena ke'ngaco'an Alex gue jadi gampang berteman dengannya. Kelakuannya ada-ada saja, mulai dari pura-pura jatuhin pena buat ngintip celana dalam cewek (BENERAN) sampai ngebanyol kalau ditanyain guru, sampai salah seorang guru pernah bilang "kamu ini hiperaktif, kurangin dikit ke-hiper-annya. Jangan gerak terus.". Terlepas dari kelakuan ajaibnya, gue lebih nyambung kalau ngomong soal game PS1 dan PS2 samabocah pemuda Tionghoa pertama yang gue kenal.
Mungkin karena ke'ngaco'an Alex gue jadi gampang berteman dengannya. Kelakuannya ada-ada saja, mulai dari pura-pura jatuhin pena buat ngintip celana dalam cewek (BENERAN) sampai ngebanyol kalau ditanyain guru, sampai salah seorang guru pernah bilang "kamu ini hiperaktif, kurangin dikit ke-hiper-annya. Jangan gerak terus.". Terlepas dari kelakuan ajaibnya, gue lebih nyambung kalau ngomong soal game PS1 dan PS2 sama
Singkat cerita, gadis yang menjadi first love gue juga ada di kelas itu. Entah kemana aja gue, tapi gue baru sadar dia "ada" ketika posisi duduk gue dipindahkan ke bagian tengah, dan gue masih ingat pas pertama kali kami saling berpandangan. Gue yang lagi ngebanyol dengan teman-teman melihat ke arah dia yang ternyata juga sedang memperhatikan kami (kami, iya kami, bukan gue) dengan posisi siap tidur di meja.
Tapi ya cuma itu, gue cuma berani ngelihatin doi dari jarak jauh. Enggak berani deket-deket sama dia, apalagi ngobrol. Gue juga tahu pas gue mulai 'suka' sama dia, dia waktu itu sudah punya pacar, well seenggaknya itu yang terlihat. Dan cowok doi saat bisa dibilang sebagai salah satu murid cowok paling top diantara kita anak kelas satu. Anak gaul gitu, sementara gue? Anime/manga/game geeks.
Siapalah saya ini ( ._.)
Singkat cerita, selama kelas satu gue cuma bisa mengagumi dia dari jauh, tanpa pernah sekalipun bicara dengannya. Beneran, paling kita sama-sama tahu nama karena sekelas. Coba nggak sekelas, mungkin kita sama-sama nggak sadar.
Meskipun kelas dua kami berbeda kelas, namun pada saat beda kelas ini kami bisa mulai dekat. Adalah ketertarikan dia akan dunia Jepang (baca: manga dan anime) yang mendekatkan kami. Gue juga awalnya kaget, cewek kayak doi ternyata juga suka things like that. Jadi kami biasa ngobrol soal anime/manga terbaru atau apalah itu, kebetulan lagi jaman-jamannya Naruto baru booming di Jepang, dan bisa dibilang pada saat itu "cuma" kami berdua yang paling update soal manga/anime populer di Jepang.
Dan tanpa sadar kita udah menginjak kelas tiga, dan entah ada keajaiban apa gue dan 'dia' kembali sekelas di masa akhir SMP ini. Meski pada akhirnya dia enggak jadi pacar pertama gue (jadi gini, gue ditembak sama cewek pas semester pertama kelas tiga, dan entah gue terima atau nggak, yang jelas yang dinobatkan sebagai couple oleh anak-anak sekelas), tapi setelah gue putus (cuma enam bulan) dari pacar gue, gue kembali 'dekat' dengan dia.
Again, mangaka-mangaka asal negeri Sakura itulah yang mendekatkan kami. Berhubung kami berdua selalu pulang dijemput (gue dijemput bokap, dia dijemput supirnya), kami sometimes sengaja bilang waktu pulang agak lebih lama dari seharusnya untuk pergi ke toko komik & games untuk update tentang manga & game terbaru. Biasanya dia yang update manga, gue beli kaset PS2.
Btw, meskipun dia cewek, dia terlihat tidak terlalu risih kalau terkadang gue bertindak seperti fanboy alay melihat gambar manga atau adegan anime. Dia yang mengenalkan gue dengan manga GetBackers, sementara gue mengenalkan dia kepada "Final Fantasy VII : Advent Children", Full Metal Panic, Naruto Shippuden dan Gundam Seed. Well, at least itu yang gue ingat, mungkin aja salah. LoL.
Selain manga/anime, gue berterima kasih kepada seluruh pembuat game diluar sana, khususnya pembuat Breath of Fire IV dan Digimon World yang berhasil membuat gue 'menguasai' bahasa Inggris. Pada jaman dimana handphone belum menjadi barang umum. Sekitar jam tujuh sampai jam sembilan malam kami biasa telfon-telfonan, karena gue 'harus' jadi guide dia mengerjakan PR Bahasa Inggris dari guru kami yang killer. Sampai-sampai keluarga sering risih karena gue 'nyulik' telfon rumah ke dalam kamar berjam-jam.
Mengingat kami sudah kelas tiga SMP, which means sebentar lagi kami harus lulus SMP dan melanjutkan studi ke SMA. Gue mulai khawatir kalau kami harus berpisah, sementara gue masih terlalu pengecut untuk bilang "boku wa sukida" ke dia. Gue malah nanya dia mau lanjut ke sekolah mana. FYI, in case lupa, SMP gue ini sistem yayasan, dan gue hampir pasti ngelanjutin SMA ke SMA yang sebelahan sama SMP ini.
Ternyata dia lebih milih sekolah di negeri. Well ..... wajar, dia kan bukan anak keturunan Tionghoa, mungkin dia sama seperti gua yang 'terlempar karena suatu alasan ke SMP ini'. Dan karena motivasi ingin 'ngikut' ke SMA xxx (sengaja di sensor #buatapacoba) gue mati-matian belajar. Dari segala macam les hingga bimbel gue ikutin supaya nilai-nilai gue bisa diterima di negeri.
And funny the way love could give you some kind of un-imaginable power. Saking mati-matiannya gue belajar, gue malah 'terdampar' di posisi tiga umum satu sekolahan saat TO terakhir. Padahal peringkat 1 sampai 20 umum di SMP gue itu ditempati oleh anak-anak dari kelas unggul yang nilainya bagus gila-gilaan. Peringat 2 dari kelas gue (yang notabene reguler) saja cuma nemplok di posisi 23 umum.
Singkat cerita, somehow gue berhasil memberikan kesan positif bagi teman-teman kelas (dan dia, tentunya). Well, karena dalam beberapa bulan (apa minggu?) lagi kami harus ikut ujian kelulusan SMP, maka dia ngajak gue (dan beberapa teman) untuk belajar di rumahnya (baca : ngajarin dia). Gue tentu saja mau, I'm freakin' happy at that moment.
Dan pas hari H 'belajar'nya. Well, namanya juga anak muda. Setelah satu jam butek berhadapan dengan soal-soal matematika, dia malah gelar tiker DDR dan malah ngajakin battle DDR. Soooo, kami belajarnya satu jam, main gamenya sampai (hampir) tiga jam ( ._.).
Even so, itu mungkin pertama kalinya gue melihat dia tersenyum dan tertawa lepas. Despite tiga tahun kami kenal (meskipun kenal dekat baru 'setahun').
Sampai hari kelulusan akhirnya gue masih belum bisa mengutarakan perasaan gue kepadanya. Meanwhile ada beberapa teman gue yang selalu memaksa gue untuk 'nembak' dia karena menurutnya gue bakalan diterima. Yeah, I'm too freaking coward.
Selama liburan kami juga tidak pernah berkomunikasi, apalagi bertemu. Kabarnya dia sedang liburan bersama keluarganya di Jakarta, atau Singapur? Well, the fact bahwa dia berasal dari keluarga berada (IMHO) juga seringkali membuat gue down untuk melakukan kokuhaku (confession).
Akhirnya masa SMA dimulai. No matter what I do, bokap tetap berhasil membuat gue meneruskan gue sekolah di SMA sebelah SMP gue. But guess what? Dia ternyata juga sekolah di SMA itu, dan lebih penting, kami sekelas!
Karena ini sekolah yayasan, maka berbeda dengan masa SMP. Kali ini gue sudah mengenal sebagian besar teman sekelas, dan dia ..... well, masih tetap jadi idaman para cowok-cowok high class dan supergaul kelas yang sebelumnya berbeda SMP.
And it's kinda funny when she talked to me for the first time in high school.
Jadi awkward karena dia bilang cuma bisa disini selama beberapa waktu saja, karena orang tuanya masih kekeuh kalau dia harus sekolah di sekolah negeri. Dan benar saja, baru seminggu sekolah berjalan, dia sudah pindah ke sekolah negeri. Mungkin sebagian besar teman-temannya kaget, but not for me.
Meskipun berbeda sekolah, kami masih (bisa dibilang) sering bertemu. Dia selalu menyempatkan datang ke sekolah kami, bukan demi gue kayaknya, tapi karena adiknya sekolah di SMP Frater juga. Dan dia yang pulang lebih dulu selalu memberitahu gue via sms kalau dia mau datang ke sekolah.
Kami berdua biasa berbicara tentang bahasa 'umum' kami, seperti manga, anime atau game terbaru. Tanpa pernah sekalipun menyinggung tentang perasaan masing-masing. I'm too damn coward dan dia yang mungkin tidak memiliki perasaan yang sama dengan perasaan gue (meskipun banyak orang berkata sebaliknya).
Sampai suatu hari, kalau tidak salah semester kedua dari kelas satu SMA. Dimana saat 'pertemuan rutin' kami dia bertanya kepada gue. Tentang masalah pacaran. Bukan, dia nggak nembak gue, apalagi gue yang nembak dia.
Dia berkata "kemarin ada kakak kelas yang nembak aku. Menurut kamu bagaimana?"
"Bagaimana bagaimana?" gue menjawab sembari ada uneasy feeling.
"Iyah, anak kelas dua di sekolah aku. Orangnya baik, jago gambar juga. Awalnya aku kira dia cuma main-main, tapi ternyata di benar-benar nembak aku. Aku masih belum menjawab sih, masih bilang pikir-pikir. Menurut kamu bagaimana? Sebaiknya aku terima saja atau tidak?"
Gue terdiam untuk beberapa saat ...
"Well, kalau memang itu membuat kamu gembira why not? Emang gue siapa?"
"Yakin? Beneran nggak apa-apa?" dia kembali menanyakan hal yang pada saat itu mencabik-cabik perasaan gue.
"Iyah, gpp. Asal kamu bahagia aku juga turut berbahagia." ujar gue sembari berusaha tersenyum.
Setelah itu dia terdiam, seperti sedang memikirkan sesuatu, dan dia berkata "baiklah, kalau memang baiknya begitu" sembari tersenyum.
Well, setelah itu kami kembali membahas topik favorit kami, meski tidak lama karena dia juga harus pulang.
Dua minggu kemudian, kami bertemu kembali. Kali ini dia memberitahu kalau dia baru saja menerima kakak kelasnya itu untuk jadian. Baru beberapa hari yang lalu. Gue nggak tahu harus berbicara apa, otak saat itu serasa beku. Cuma bisa memaksakan senyuman agar tidak 'mengganggu'nya.
Setelah itu, kami jadi jarang bertemu, jarang berkomunikasi. Gue cuma teringat memberikan kado ulang tahun berupa action figure salah satu karakter anime favoritnya, dan dia berjanji untuk mentraktir gue pada saat ulang tahunnya. Meskipun gue tak terlalu berharap akan traktiran tersebut.
Kemudian saatnya kami masuk universitas. Gue 'melarikan diri' ke Bogor sementara di tetap di Padang. Saat libur lebaran pertama, gue dan teman-teman SMA gue sedang 'menikmati waktu liburan' ke Gramedia. And well, gue bertemu dia untuk pertama kalinya lagi setelah lulus SMA. Dan dia masih bersama kakak kelas yang dia katakan itu. Kami bertemu, hanya bisa saling menyapa garing.
Tahun berikutnya ternyata ajakan traktiran makan karena ulang tahun itu benar-benar direalisikannya. Karena tidak terlalu awkward, gue menggunakan modus memberikan stock anime yang gue punya. Saat itu, gue baru putus dari pacar 'pertama' gue di perguruan tinggi, sementara dia masih setia bersama si kakak kelas. Tapi, that strange feeling saat kami makan malam berdua, tanpa ada siapapun (FYI, itu acara ultah adiknya, dan sementara adiknya pesta di dalam rumah makan, kami makan malam berdua di luar).
Gue merasa itulah 'penyelesaian' atas kisah kami. Sebuah moment dimana 'semua janji terealisasi dan kami tidak punya hutang satu sama lain".
Setelah itu kami tidak pernah berhubungan lagi. Mungkin gue menyesal karena keputusan gue, tapi itu juga jadi pembelajaran buat gue kalau "kita suka dengan seseorang, kita harus segera mengutarakannya sebelum berakhir 'tragis'". Now, kami sedang menikmati hidup kami masing-masing. Untuk dirinya, gue hanya bisa berharap dia tetap bahagia apapun yang ia lakukan dalam kehidupannya.
*P.S
Tulisan ini dibuat karena 'tamparan diri' ketika menonton "You're the Apple of My Eye" dan telah berjanji kepada om Keven dan +Dita Khusnul Khotimah.
Kira-kira pose dia begini |
Siapalah saya ini ( ._.)
Singkat cerita, selama kelas satu gue cuma bisa mengagumi dia dari jauh, tanpa pernah sekalipun bicara dengannya. Beneran, paling kita sama-sama tahu nama karena sekelas. Coba nggak sekelas, mungkin kita sama-sama nggak sadar.
Meskipun kelas dua kami berbeda kelas, namun pada saat beda kelas ini kami bisa mulai dekat. Adalah ketertarikan dia akan dunia Jepang (baca: manga dan anime) yang mendekatkan kami. Gue juga awalnya kaget, cewek kayak doi ternyata juga suka things like that. Jadi kami biasa ngobrol soal anime/manga terbaru atau apalah itu, kebetulan lagi jaman-jamannya Naruto baru booming di Jepang, dan bisa dibilang pada saat itu "cuma" kami berdua yang paling update soal manga/anime populer di Jepang.
Dan tanpa sadar kita udah menginjak kelas tiga, dan entah ada keajaiban apa gue dan 'dia' kembali sekelas di masa akhir SMP ini. Meski pada akhirnya dia enggak jadi pacar pertama gue (jadi gini, gue ditembak sama cewek pas semester pertama kelas tiga, dan entah gue terima atau nggak, yang jelas yang dinobatkan sebagai couple oleh anak-anak sekelas), tapi setelah gue putus (cuma enam bulan) dari pacar gue, gue kembali 'dekat' dengan dia.
That moment when I talked to you |
Again, mangaka-mangaka asal negeri Sakura itulah yang mendekatkan kami. Berhubung kami berdua selalu pulang dijemput (gue dijemput bokap, dia dijemput supirnya), kami sometimes sengaja bilang waktu pulang agak lebih lama dari seharusnya untuk pergi ke toko komik & games untuk update tentang manga & game terbaru. Biasanya dia yang update manga, gue beli kaset PS2.
Kira-kira beginilah tempat 'kencan' kami |
Selain manga/anime, gue berterima kasih kepada seluruh pembuat game diluar sana, khususnya pembuat Breath of Fire IV dan Digimon World yang berhasil membuat gue 'menguasai' bahasa Inggris. Pada jaman dimana handphone belum menjadi barang umum. Sekitar jam tujuh sampai jam sembilan malam kami biasa telfon-telfonan, karena gue 'harus' jadi guide dia mengerjakan PR Bahasa Inggris dari guru kami yang killer. Sampai-sampai keluarga sering risih karena gue 'nyulik' telfon rumah ke dalam kamar berjam-jam.
Mengingat kami sudah kelas tiga SMP, which means sebentar lagi kami harus lulus SMP dan melanjutkan studi ke SMA. Gue mulai khawatir kalau kami harus berpisah, sementara gue masih terlalu pengecut untuk bilang "boku wa sukida" ke dia. Gue malah nanya dia mau lanjut ke sekolah mana. FYI, in case lupa, SMP gue ini sistem yayasan, dan gue hampir pasti ngelanjutin SMA ke SMA yang sebelahan sama SMP ini.
Ternyata dia lebih milih sekolah di negeri. Well ..... wajar, dia kan bukan anak keturunan Tionghoa, mungkin dia sama seperti gua yang 'terlempar karena suatu alasan ke SMP ini'. Dan karena motivasi ingin 'ngikut' ke SMA xxx (sengaja di sensor #buatapacoba) gue mati-matian belajar. Dari segala macam les hingga bimbel gue ikutin supaya nilai-nilai gue bisa diterima di negeri.
And funny the way love could give you some kind of un-imaginable power. Saking mati-matiannya gue belajar, gue malah 'terdampar' di posisi tiga umum satu sekolahan saat TO terakhir. Padahal peringkat 1 sampai 20 umum di SMP gue itu ditempati oleh anak-anak dari kelas unggul yang nilainya bagus gila-gilaan. Peringat 2 dari kelas gue (yang notabene reguler) saja cuma nemplok di posisi 23 umum.
Singkat cerita, somehow gue berhasil memberikan kesan positif bagi teman-teman kelas (dan dia, tentunya). Well, karena dalam beberapa bulan (apa minggu?) lagi kami harus ikut ujian kelulusan SMP, maka dia ngajak gue (dan beberapa teman) untuk belajar di rumahnya (baca : ngajarin dia). Gue tentu saja mau, I'm freakin' happy at that moment.
Dan pas hari H 'belajar'nya. Well, namanya juga anak muda. Setelah satu jam butek berhadapan dengan soal-soal matematika, dia malah gelar tiker DDR dan malah ngajakin battle DDR. Soooo, kami belajarnya satu jam, main gamenya sampai (hampir) tiga jam ( ._.).
Even so, itu mungkin pertama kalinya gue melihat dia tersenyum dan tertawa lepas. Despite tiga tahun kami kenal (meskipun kenal dekat baru 'setahun').
Sampai hari kelulusan akhirnya gue masih belum bisa mengutarakan perasaan gue kepadanya. Meanwhile ada beberapa teman gue yang selalu memaksa gue untuk 'nembak' dia karena menurutnya gue bakalan diterima. Yeah, I'm too freaking coward.
Selama liburan kami juga tidak pernah berkomunikasi, apalagi bertemu. Kabarnya dia sedang liburan bersama keluarganya di Jakarta, atau Singapur? Well, the fact bahwa dia berasal dari keluarga berada (IMHO) juga seringkali membuat gue down untuk melakukan kokuhaku (confession).
Akhirnya masa SMA dimulai. No matter what I do, bokap tetap berhasil membuat gue meneruskan gue sekolah di SMA sebelah SMP gue. But guess what? Dia ternyata juga sekolah di SMA itu, dan lebih penting, kami sekelas!
Karena ini sekolah yayasan, maka berbeda dengan masa SMP. Kali ini gue sudah mengenal sebagian besar teman sekelas, dan dia ..... well, masih tetap jadi idaman para cowok-cowok high class dan supergaul kelas yang sebelumnya berbeda SMP.
And it's kinda funny when she talked to me for the first time in high school.
Jadi awkward karena dia bilang cuma bisa disini selama beberapa waktu saja, karena orang tuanya masih kekeuh kalau dia harus sekolah di sekolah negeri. Dan benar saja, baru seminggu sekolah berjalan, dia sudah pindah ke sekolah negeri. Mungkin sebagian besar teman-temannya kaget, but not for me.
Meskipun berbeda sekolah, kami masih (bisa dibilang) sering bertemu. Dia selalu menyempatkan datang ke sekolah kami, bukan demi gue kayaknya, tapi karena adiknya sekolah di SMP Frater juga. Dan dia yang pulang lebih dulu selalu memberitahu gue via sms kalau dia mau datang ke sekolah.
Kami berdua biasa berbicara tentang bahasa 'umum' kami, seperti manga, anime atau game terbaru. Tanpa pernah sekalipun menyinggung tentang perasaan masing-masing. I'm too damn coward dan dia yang mungkin tidak memiliki perasaan yang sama dengan perasaan gue (meskipun banyak orang berkata sebaliknya).
It's |
Dia berkata "kemarin ada kakak kelas yang nembak aku. Menurut kamu bagaimana?"
"Bagaimana bagaimana?" gue menjawab sembari ada uneasy feeling.
"Iyah, anak kelas dua di sekolah aku. Orangnya baik, jago gambar juga. Awalnya aku kira dia cuma main-main, tapi ternyata di benar-benar nembak aku. Aku masih belum menjawab sih, masih bilang pikir-pikir. Menurut kamu bagaimana? Sebaiknya aku terima saja atau tidak?"
Gue terdiam untuk beberapa saat ...
"Well, kalau memang itu membuat kamu gembira why not? Emang gue siapa?"
"Yakin? Beneran nggak apa-apa?" dia kembali menanyakan hal yang pada saat itu mencabik-cabik perasaan gue.
"Iyah, gpp. Asal kamu bahagia aku juga turut berbahagia." ujar gue sembari berusaha tersenyum.
Setelah itu dia terdiam, seperti sedang memikirkan sesuatu, dan dia berkata "baiklah, kalau memang baiknya begitu" sembari tersenyum.
Well, setelah itu kami kembali membahas topik favorit kami, meski tidak lama karena dia juga harus pulang.
Dua minggu kemudian, kami bertemu kembali. Kali ini dia memberitahu kalau dia baru saja menerima kakak kelasnya itu untuk jadian. Baru beberapa hari yang lalu. Gue nggak tahu harus berbicara apa, otak saat itu serasa beku. Cuma bisa memaksakan senyuman agar tidak 'mengganggu'nya.
Setelah itu, kami jadi jarang bertemu, jarang berkomunikasi. Gue cuma teringat memberikan kado ulang tahun berupa action figure salah satu karakter anime favoritnya, dan dia berjanji untuk mentraktir gue pada saat ulang tahunnya. Meskipun gue tak terlalu berharap akan traktiran tersebut.
Kemudian saatnya kami masuk universitas. Gue 'melarikan diri' ke Bogor sementara di tetap di Padang. Saat libur lebaran pertama, gue dan teman-teman SMA gue sedang 'menikmati waktu liburan' ke Gramedia. And well, gue bertemu dia untuk pertama kalinya lagi setelah lulus SMA. Dan dia masih bersama kakak kelas yang dia katakan itu. Kami bertemu, hanya bisa saling menyapa garing.
Tahun berikutnya ternyata ajakan traktiran makan karena ulang tahun itu benar-benar direalisikannya. Karena tidak terlalu awkward, gue menggunakan modus memberikan stock anime yang gue punya. Saat itu, gue baru putus dari pacar 'pertama' gue di perguruan tinggi, sementara dia masih setia bersama si kakak kelas. Tapi, that strange feeling saat kami makan malam berdua, tanpa ada siapapun (FYI, itu acara ultah adiknya, dan sementara adiknya pesta di dalam rumah makan, kami makan malam berdua di luar).
Gue merasa itulah 'penyelesaian' atas kisah kami. Sebuah moment dimana 'semua janji terealisasi dan kami tidak punya hutang satu sama lain".
I'm sorry for not being able to honest about my feeling for you |
Setelah itu kami tidak pernah berhubungan lagi. Mungkin gue menyesal karena keputusan gue, tapi itu juga jadi pembelajaran buat gue kalau "kita suka dengan seseorang, kita harus segera mengutarakannya sebelum berakhir 'tragis'". Now, kami sedang menikmati hidup kami masing-masing. Untuk dirinya, gue hanya bisa berharap dia tetap bahagia apapun yang ia lakukan dalam kehidupannya.
Terima kasih sudah membiarkan diriku mencintaimu selama ini.
"Kenyataannya kalau kau benar-benar menyukai seorang gadis, kau akan berbahagia melihatnya menemukan Mr.Right-nya. Kau akan mengharapkan mereka selalu bersama dan tetap bahagia selamanya."
-- Ko Ching-Teng
*P.S
Tulisan ini dibuat karena 'tamparan diri' ketika menonton "You're the Apple of My Eye" dan telah berjanji kepada om Keven dan +Dita Khusnul Khotimah.
mungkin suatu saat, saat kamu balik ke Padang, kamu bisa ketemu sama dia dan mengutarakan perasaan yang sempat tertunda itu ...
BalasHapusEnggak juga pengen, dan enggak terlalu berharap juga sih :v
HapusMirip banget ceritanya dan film itu tuh ngena banget jlebnya:")
BalasHapusI shed a manly tears reading this story. So sad, yet so touching. Semoga pelajaran ini bisa bikin lu tambah dewasa ya, om Farid. Dan berikutnya kalo lu jatuh cinta sama seseorang, jangan menyerah sebelum bertempur. Lebih baik berusaha dan gagal daripada tidak pernah berusaha sama sekali. Kadang di saat kita ga berani ambil resiko, sebenernya kita justru mengambil sebuah resiko yg lebih besar, karena setelah dewasa ini, gua menyadari justru hal2 yg paling menyakitkan dalam hidup adalah pertanyaan "What If"
BalasHapusBtw, tos dulu donk, gua juga seseorang yg jadi jago Bahasa Inggris akibat game dan tumbuh dewasa bareng anime dan manga *tos*
#toss
HapusIya om. Thanks God (sepertinya) gue sudah belajar dari pengalaman ini.
memang kalo udh curhat kebablasan itu ga bisa pendek2 om :v i know dat feeling
BalasHapustp suprisingly bisa aku baca sampe abis :v
ah om. at least you're with your ms. right, yes? :3
Terima kasih Uti :3
HapusAh, I wish yes. Amin :)
I know that feeling. Mirip2 cerita gue jaman smp. Makasih udah ngingetin, bisa dimasukin buat buku kedua #eh dan tumben bang parid posting beginian, bagus :'D
BalasHapusErr....kalau keluar buku kedua kasih gue gratis satu ya Yog #teteup.
HapusLagi pengen aja, hehehe ~~
uwuwuwuwuwwwww.... sama kayak uti. gue baca ampe abis. BIKIN NOVEL!!!!!
BalasHapusKenapa ujug-ujug jadi bikin novel? -,-
Hapusinimah sama persiss filmnya .___."
BalasHapusnih ya,, misal someday lo ketemu lagi sama doi, udaahh utarain aja, dia nikah sama cwo lain, lo juga yang struk :/
......bentar, elu ngedoain gue kena struk? #lemparmeja
Hapushooo pengalaman yang menyenangkan untuk diingat, dan gua........ga punya pengalaman kek gitu *miris*
BalasHapuswaah battle DDR sampe 3 jam, boleh juga tuh XD <- forever alone pas maen DDR
BalasHapuskk maennya udh sampe level expert-kah? OAO
Belum bisa level expert, paling mentok di medium. Huehehehe ~~
Hapushalooo,
BalasHapuscerita cinta nya ka parid jauh lebih panjang dari aku walaupun aku duluan nulis ( -___-)
actually waktu SMP aku pernah suka sama cowok, and i do try to be close with him,with a lot off effort.
aku berusaha gak bilang kayak ka farid karena kita udah kemana-mana bareng berdua saat itu.
tapi berakhir dengan kalimat dia yang ....
"saya tau kamu suka sama saya, saya juga suka sama kamu dit. tapi boleh kan kalau saya minta ijin buat deket sama sahabat kamu?"
dan mereka pacaran :)
dengan aku masih jadi sahabat mereka. iya kita bertiga pergi bareng :)
Dan Dita akhirnya malah curhat ( ._.)
HapusCinta itu emang harus diperjuangkan.
BalasHapusKalo udah nyerah duluan, ya say goodbye aja.
mudah2an sih bisa jadi pelajaran berharga biar besok2 gak terulang lagi :D
asam manis percintaan, hehehe...
itu film yg lumayan "saru" kan ya? you are apple in my eyes yg ada bobo ho ikutan jd tokoh filmnya kan?
BalasHapusYoi, memang rada saru filmnya.
HapusSelain boboho juga ada yang memerankan diri mereka sendiri loh di film ini (teman masa kecilnya si penulis beneran) ~~
Wow bang, gue baca ampe abis ini. Gregetan banget sumpah! :'D
BalasHapusGue rasa sebenernya cewek yg lo sukain itu sempet ngasih kode looh, ah lo nya malah kurang peka >.< Hihi
Btw, Gue pernah nonton juga tuh film You're The Apple of My Eye & bener kata lo kalo cewek yang nonton rada begimane gituu .__. Heu..
Gue aja sempet kaget sama beberapa adegan yang you know lah :|
Nice post! ;)
hmmm..... sebaiknya kalo suka utarakan. masalah balasan 'terima atau tidak' nya itu urusan belakangan (biar ga keliatan ngarep) :p memendam perasaan rasanya kok kayak punya hutang ya? seperti ada sesuatu yang belum tersalurkan dan blm lega kalo ga disampaikan.
BalasHapusgue jg pernah ngerasain 'rasa suka yang dipendam'
oke stop daripada saya nanti curhat ._.
nice post rid :)
Lanjutin aja Manda, pengen lihat curhatannya Manda #lah
HapusI loved that movie although I'm a girl. Meskipun, Kakak sempet bilang "ending film yang menurut gue lebih cocok ditonton cowok saja ini (serius, kalau cewek yang nonton agak gimana gitu) bisa membuat penontonnya mindfucked dan (probably), tidak terima."
BalasHapusTapi, somehow ceritanya tetep asyik kok menurutku. It makes me know more 'bout a boy when both of boy and girl are close. Hhehe..
Kalo jodoh tidak akan ke mana, kalo bukan pasti kamu akan nemuin orang terbaek bwt kamu. :)
Amin.
HapusHurm... Udah lama bersama itu berat ya...
BalasHapus:")
I know that feeling broh
Dat? Curhat? *run run small*
Hapussayangnya guwa gak pernah ngarasain jatuh cinta (kayaknya begitu), apalagi buat ngrasain yang seperti ini. bingung mikirnya, kayak yang ada di film-film hahahhaha....
BalasHapusanyway... Nice post !
goofluck bro !
meweknya baca ini sama kek meweknya pas liat filmnya... Aaaak.... :(((
BalasHapus