20 Desember 2016

Pekerjaan Rumah Juventus Untuk 2017


Kemenangan 1-0 atas AS Roma tak hanya memperkokoh posisi Juventus pada tabel klasemen dengan selisih tujuh poin atas serigala ibukota yang berada di peringkat kedua Serie-A, kemenangan tersebut juga semakin menegaskan supremasi mereka atas lawan-lawannya di Serie-A. Laga terakhir yang harus dijalani bianconeri pada Desember 2016 adalah melawan AC Milan pada ajang Supercoppa Italia di Doha, Qatar pada 23 Desember nanti.

Masih berpeluang memenangkan tiga kompetisi (Serie-A, Coppa Italia dan Liga Champions), Juventus memiliki banyak PR untuk mewujudkan impian mereka tersebut, khususnya target untuk memecahkan rekor Serie-A dengan enam scudetto beruntun dan membawa pulang trofi Liga Champions ketiga mereka.

Sama seperti musim sebelumnya, masalah utama Juventus musim ini adalah banyaknya pemain mereka yang absen karena cidera. Manajemen Juventus telah berusaha menyikapi masalah ini dengan mendatangkan beberapa pemain untuk memperbesar skuat Max Allegri, namun badai cidera yang urung menjauh dari markas Juventus masih menjadi problema utama.


Mengawali musim tanpa Claudio Marchisio yang cidera panjang, daftar pemain kunci Juventus yang mengalami cidera diperparah dengan cidera Paulo Dybala saat Juventus dikalahkan AC Milan 1-0. Meskipun tidak terganggu cidera, namun masalah keluarga yang dialami Leonardo Bonucci membuat palang pintu Juventus juga sering tidak bisa diturunkan dalam beberapa laga Juventus.

Pemain lain yang menambah panjang daftar cidera dan memusingkan kepala Allegri selaku peracik strategi adalah cidera yang dialami Dani Alves dan Marko Pjaca. Alves yang merupakan wingback natural satu-satunya Juventus di Liga Champions mengalami cidera saat Juventus dikalahkan Genoa 1-3, sedangkan Pjaca mengalami cidera saat membela timnas Kroasia.

Cidera Alves memaksa Allegri kerap memainkan formasi 'aneh', ditambah dengan gagalnya Stephan Lichsteiner mengulangi penampilan impresifnya selama berkostum Juve, membuat sisi kanan Juventus menjadi salah satu titik lemah mereka. Absennya Dybala dan Pjaca bahkan membuat Juventus harus memainkan remaja 16 tahun akibat krisis pemain striker.

Moise Kean menjadi pemain kelahiran tahun 2000 pertama yang berlaga di Serie-A dan Liga Champions akibat krisis striker yang menimpa Juventus.

Selain badai cidera yang seakan tidak kunjung habis, belum maksimalnya penampilan Miralem Pjanić juga merupakan masalah lain yang memusingkan Juventus. Datang dengan harga 32 juta Euro dari AS Roma, pemain internasional Bosnia ini masih belum bisa mereplikasi performanya ketika berkostum AS Roma seorang playmaker handal, meskipun selalu menghadirkan bahaya bagi lawan dalam situasi bola mati.

Hal ini kemungkinan akibat karena masalah lemahnya lini tengah Juventus. Absennya Claudio Marchisio dan banyaknya midfielder yang masih under-performer seakan memaksa seorang Sami Khedira bekerja sendirian. Hal ini juga berdampak pada permainan Pjanić yang tidak maksimal akibat dipasang pada posisi deep-lying playmaker.

Kemampuan bertahan Pjanić tidak terlalu baik untuk mengemban tugas sebagai deep-lying playmaker dan juga sulit rasanya mengharapkan Sami Khedira untuk bekerja keras sendirian untuk melindungi Pjanić sembari tetap fit untuk bermain dari laga ke laga. Untuk soal ini, rasanya sisi fisik dari Paul Pogba mungkin menjadi satu-satunya hal yang dirindukan Juventini dan pemain termahal dunia tersebut.

Trio pelindung terbaik bagi playmaker yang pernah dimiliki Juventus pasca kembali ke Serie-A.

Kegagalan mendapatkan Axel Witsel mungkin menjadi awal dari masalah di lini tengah Juventus. Pemain Belgia yang telah menyelesaikan tes kesehatan di Turin malah mendapati dirinya gagal berkostum bianconeri akibat pihak Zenit yang masih enggan melepasnya.

Kabar terbaru mengatakan Witsel akan segera bergabung ke Turin saat jendela transfer Januari dibuka, dan karena ia bisa digunakan untuk Liga Champions, tampaknya Pjanić dapat kembali berada dibelakang dua striker yang merupakan posisi favoritnya, seperti yang ia tampilkan saat menghadapi Sevilla di Ramon Sanchez Pizjuan dan Atalanta di Juventus Stadium.

Witsel diharapkan menjadi solusi dari lemahnya lini tengah Juventus saat ini.

Posisi lain yang memerlukan tambahan amunisi akibat banyak pemain yang cidera adalah lini depan. Meskipun ketajaman Gonzalo Higuain tidak perlu ditanyakan lagi, namun dari striker Juventus yang terbebas dari cidera panjang musim ini hanya Higuain dan Mandzukic, dan keduanya dirasa kurang efektif dimainkan bersama dalam pola dua striker akibat keduanya merupakan striker bertipe finisher.

Manajemen Juventus mencoba mengatasi masalah lini depan mereka dengan memulangkan kembali Simone Zaza. Striker yang berjasa membalikkan peringkat Juventus atas Napoli musim lalu ini dipulangkan akibat krisis striker yang dialami Juventus, meski bukan pemain kreatif, namun kemampuan Zaza sebagai super-sub seperti musim lalu akan kembali diharapkan Juventus apabila membutuhkan sosok pembeda di babak kedua.


Lini belakang Juventus juga tak luput dari badai cidera, hal ini dibuktikan dengan cukup jarang terlihat trio BBC bermain bersama. Chiellini memiliki masalah cidera kambuhan yang membuatnya cukup sering absen, Bonucci mengalami masalah keluarga pada awal musim sehingga ia kerap tidak diturunkan Allegri, mungkin hanya Barzagli yang cukup konsisten meskipun harus menyerah pada cidera pundak saat Juventus mengalahkan Chievo 2-1.

Namun berbeda dengan lini lainnya, badai cidera yang menimpa lini belakang Juventus rasanya belum bisa dikatakan sebagai masalah serius. Selain dari cidera yang menimpa Dani Alves, pos lainnya pada lini belakang Juventus dapat dikatakan terbilang aman.

Langkah manajemen Juventus dengan mendatangkan Mehdi Benatia untuk menumpuk central defender terbukti ampuh untuk menghadapi badai cidera, selain itu dengan makin matangnya penampilan Daniele Rugani menjadi bukti bahwa Allegri handal dalam menangani pemain muda.


Sempat dikritik karena dianggap enggan memainkan pemuda Italia dan lebih memprioritaskan Benatia saat salah satu dari trio BBC urung tampil, Allegri kembali membuktikan keputusannya tepat saat Rugani mampu bermain di level permainan yang begitu matang, sama sekali bukan merupakan level permainan yang diduga dari pemain berusia 22 tahun.

Seperti saat menangani Dybala saat La Joya menjadi rekrutan baru Juventus, kesabaran Allegri dalam menangani Rugani membuat sang pemain layak disebut sudah mendekati level permainan trio BBC. Lihat bagaimana baiknya ia saat berduel menghadapi Andrea Belotti (Torino) dan Edin Džeko (AS Roma) dalam dua laga Serie-A terakhir Juventus.

Konsistensi Juventus tampaknya akan berakhir dengan raihan scudetto keenam mereka secara beruntun, selama La Vecchia Signora tidak terlena dalam sisa kompetisi rasanya sulit membayangkan scudetto musim 2016/2017 jatuh kepada klub lain. Sedangkan untuk Liga Champions Juventus membutuhkan kerja yang lebih keras.

Memang dalam babak 16 besar mereka menghadapi Porto, klub yang dirasa merupakan lawan yang cukup ringan bila melihat kemungkinan lawan lain yang dapat dihadapi Juventus. Tapi fakta bahwa Juventus hanya memiliki dua gelar Eropa berbanding 32 gelar Serie-A tentu menimbulkan opini bahwa Juventus tidak memiliki mentalitas yang baik untuk berlaga di Eropa, dan hal ini yang coba dipatahkan oleh Juventus musim ini.

Sukses Liga Champions menjadi alasan utama mengapa Juventus menjadikan Higuan pemain termahal Serie-A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dapat berkomentar menggunakan G+ namun mohon maaf tidak memperbolehkan akun anonim.

Sangat terbuka dengan segala macam komentar, apalagi yang bisa membangun untuk kemajuan blog ini.

Tidak disarankan untuk melakukan copas (copy-paste) terhadap segala tulisan di blog ini karena sewaktu-waktu dapat dilaporkan kepada DMCA Google yang menyebabkan blog si plagiat dapat dihapus dalam kondisi terparah.

Akhir kata, terima kasih sudah berkomentar ^^v

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...