Gol Alvaro Morata pada menit 55 sempat membuka asa Juventus untuk meraih treble pada musim 2014/2015, namun Blaugrana yang lebih berpengalaman di kancah Liga Champions membuktikan superioritasnya atas jawara Italia dengan dua gol tambahan dari Luis Suarez dan Neymar, hal ini kemudian memupus impian treble Juventus serta menjadi satu-satunya sisi 'negatif' dari catatan impresif mereka pada musim tersebut.
Berselang dua tahun kemudian, dua tim tersebut kembali dipertemukan di kancah Liga Champions. Bukan pada laga final seperti tahun 2015 lalu, melainkan babak delapan besar. Sekilas mungkin laga ini tidak terlalu 'menarik' apabila melihat laga lain yang mempertemukan dua musuh abadi Liga Champions, Bayern dan Madrid, namun laga ini mungkin menjadi hal yang pantas dijadikan tolak ukur atas kesungguhan Si Nyonya Tua untuk meraih sukses di kancah Eropa.
Setelah kekalahan dari Barcelona 2 tahun lalu, Juventus berbenah dengan mendatangkan pemain yang dapat meningkatkan kekuatan skuat mereka, bukan hanya untuk starting eleven. Untuk merealisasikan impian mengangkat trofi Liga Champions, musim ini Juventus membuat sebuah gebrakan pada bursa transfer dengan mendatangkan Gonzalo Higuain dan Miralem Pjanic langsung dari rival mereka di Serie-A. Sebuah langkah yang mengagetkan mengingat Juventus biasanya mencoba melakukan transfer 'pintar' yang tidak melibatkan biaya transfer yang besar.
Higuain |
Meski 'hanya' mencetak tiga gol dari tujuh penampilannya di Eropa bersama Juventus, kehadiran Higuain di lini depan Juve setidaknya mampu membuat konsentrasi bek lawan terpaku pada pria Argentina, dan hal ini menjadi hal yang menguntungkan bagi Juve karena mereka sejatinya tidak terlalu bergantung pada Higuain.
Di belakang Higuain ada tiga pemain lagi yang memiliki naluri untuk mencetak gol yang tak kalah bagusnya. Paulo Dybala, Mario Mandzukic dan Juan Cuadrado dapat menghukum lawan dengan gol apabila terlalu terfokus mengawasi pergerakan Pipita. Bila dibandingkan dengan tim yang dikalahkan Barcelona 2 tahun lalu di Berlin, Juventus yang sekarang memiliki variasi serangan yang jauh lebih banyak.
Lini tengah mungkin menjadi satu-satunya lini yang sulit dikatakan lebih baik dari skuat 2015 lalu. Dua tahun lalu Juve memiliki Paul Pogba, Claudio Marchisio, Arturo Vidal dan Andrea Pirlo yang juga membuat Juve disebut-sebut memiliki lini tengah terkuat di Eropa, sementara musim ini memiliki Claudio Marchisio, Sami Khedira dan Miralem Pjanic (yang dapat diharapkan untuk bermain pada laga sepenting ini).
Marchisio-Pjanic-Khedira |
Adapun yang membuat lini tengah musim ini disebut lebih lemah dari lini tengah 2014/2015 ada sisi fisik yang dimilikinya. Tanpa kehadiran pemain 'berotot' macam Pogba atau Vidal, Juventus musim ini mengalami kesulitan apabila berhadapan dengan tim yang memainkan gangguan fisik pada lini tengah mereka. Hal tersebut jugalah yang mendasari Allegri mengubah formasinya menjadi 4-2-3-1 agar Juventus bisa lebih menekan melalui lini depan mereka, membuat lini tengah tidak terlalu harus mengkhawatirkan lemahnya sisi fisik mereka.
Untuk lini belakang rasanya tidak terlalu berbeda mengingat trio BBC masih bermain sampai sekarang, yang sedikit membedakan adalah kualitas pengganti mereka apabila tidak dapat bermain yang bisa dibilang lebih baik dari 2 tahun lalu.
Bila pada final musim lalu pertahanan Juventus 'terganggu' oleh cideranya Giorgio Chiellini sebelum laga final dan menyisakan Angelo Ogbonna sebagai bek cadangan. Maka musim ini Allegri memiliki keleluasaan apabila salah satu dari BBC absen, ia bisa bertumpu pada Daniele Rugani atau Mehdi Benatia yang tidak kalah bagus sebagai bek sentral.
Benatia-Rugani |
Selain bek sentral, sisi bek sayap yang berfungsi untuk menghentikan serangan sayap milik trio MSN Barcelona juga mengalami peningkatan dari tim 2 tahun yang lalu. Di sisi kiri Juve memiliki Alex Sandro yang rasanya dapat dikatakan sebagai salah satu bek kiri terbaik di dunia saat ini dengan Kwadwo Asamoah sebagai deputi. Di sisi kanan Juve memiliki Stephan Lichsteiner yang beranjak kembali ke performa puncaknya dan Dani Alves yang pasti paham pergerakan pemain Barcelona karena telah delapan tahun berseragam blaugrana.
Dua tahun setelah tumbang di Berlin pada laga final melawan Barcelona, adalah saat yang pas bagi Juventus untuk membuktikan bahwa usaha yang mereka lakukan agar dapat meraih sukses di Eropa dengan cara melewati hadapan Barcelona, tim yang memupus harapan juara mereka 2 tahun lalu. Dengan semua usaha yang mereka lakukan musim ini, laga 'balas dendam' melawan Barcelona pantas dikatakan sebagai tolak ukur kekuatan Juventus di kancap sepakbola Eropa saat ini.
⚽️⛔️ Best defence v best attack! ⚽️🔥— Champions League (@ChampionsLeague) March 17, 2017
Juve: 2 goals conceded
Barca: 26 goals scored
Who will crack? #UCLdraw pic.twitter.com/WAr6M7MMto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dapat berkomentar menggunakan G+ namun mohon maaf tidak memperbolehkan akun anonim.
Sangat terbuka dengan segala macam komentar, apalagi yang bisa membangun untuk kemajuan blog ini.
Tidak disarankan untuk melakukan copas (copy-paste) terhadap segala tulisan di blog ini karena sewaktu-waktu dapat dilaporkan kepada DMCA Google yang menyebabkan blog si plagiat dapat dihapus dalam kondisi terparah.
Akhir kata, terima kasih sudah berkomentar ^^v