Baca sebelumnya :
Art by: Muhammad Nasihin Blog : http://xinnosuke.blogspot.com/ Twitter : @xinnosuke |
Story so far ...
"Fred dan beberapa teman-temannya terdampat dalam suatu dunia asing yang bernama Carnagia. Di dunia itu mereka harus bertahan hidup dari serangan makhluk yang bernama liveless, dan cara untuk menghadapi liveless ialah menggunakan kekuatan yang disebut Eve Weapon. Namun saat terjadi sebuah serangan Fred terluka cukup parah. Saat ia sudah sadar mereka berangkat menuju kota Magnama, sebuah kota dimana mereka bisa bertemu dengan Saint yang disebut-sebut mampu membawa mereka kembali ke dunia asal mereka."
**
Saint telah ada di hadapan mereka, semua merasa senang karena impian kembali ke dunia asal mereka akan segera terwujud. Meski begitu Fred masih menunjukkan raut wajah yang biasa seperti yang biasa ia tampilkan.
"Ahem ... Jadi sekarang ada sembilan orang dari kalian ya? Dan kalian semua menginginkan kembali ke dunia asal kalian? Bumi kalau aku tidak salah ingat." Saint membuka percakapan.
"You bet! Kami sudah lelah dengan segala masalah liveless ini!" Irine terlihat paling bersemangat.
"Hohoho, semangat muda ... sangat enak tampaknya menjadi manusia muda." ujar Saint Morpheus sambil tersenyum ke arah Irine.
"Hentikan semua kebohongan ini Crom! Arghana dan aku tahu kau tidak memiliki kekuatan sebesar itu untuk memulangkan kami semua, selain itu dengan hadirnya kami kesini pasti ada yang tidak beres dengan Carnagia." potong Fred.
"My my ... kau masih seperti Fred yang ku kenal. Selalu straight to the point." Saint Morpheus masih tersenyum.
"Fred? Apa maksudnya?" Dre tampak penasaran.
"Huft, maafkan kami Saint Morpheus. Kelihatannya kami kelelahan dalam perjalanan menuju kemarin. Bolehkah hamba meminta waktu agar para manusia ini diberikan waktu istirahat yang layak sebelum kita melanjutkan pembicaraan?" ucap Arghana.
"Baiklah kalau begitu, sepertinya ucapanmu ada benarnya Arghana. Penjaga, bawa tamu-tamu kita ini ke ruang para tamu. Kita lanjutkan percakapan kita besok." seru Saint Morpheus.
"Aku masih ingin disini, dan sepertinya Arghana juga masih ingin disini." ujar Fred saat para penjaga akan membawanya.
"Seperti yang kuharapkan dari seorang Fred. Baiklah, kalian berdua boleh tetap disini. Dan aku rasa kau sudah bisa menebak seperti apa keadaan Carnagia sekarang Fred."
Setelah itu mereka, kecuali Fred dan Arghana diantarkan ke ruangan khusus tamu. Ruangannya begitu megah, dengan dekorasi ala kerajaan di abad pertengahan Bumi yang penuh dengan cita rasa seni. Ornamen dan ukiran indah menghiasi dinding kamar tersebut. Lantai yang mengkilat dan lampu-lampu yang tampak indah dengan api birunya. Mereka seakan berada di kamar hotel berbintang lima.
"Maafkan kami, karena satu dan lain hal kalian harus beristirahat di ruangan yang sama. Tapi Saint Morpheus sudah memberikan instruksi agar kalian diberikan tempat tidur sendiri-sendiri." ujar suruhan yang mengantarkan mereka.
"WOW! Lihat semua keindahan ini." Mata Irine takjub melihat isi kamar tersebut.
"Apa semua wanita seperti orang itu? Heh, aku lebih suka menghabisi para liveless itu daripada harus berdiam disini bersama wanita berisik itu." T.K tampak risih dengan ekspresi Irine.
"Kita tidak bisa berbuat banyak T.K, kita semua lelah kan setelah perjalanan panjang tadi." Gina berusaha menenangkan T.K.
"Hum? Dre? Kenapa? Wajahmu tampak aneh?" tanya Daisy.
"Eh? Err .. tidak apa-apa Daisy. Hanya saja aku merasa ada yang aneh dengan Fred saat kita bertemu Saint tadi. Ia tampak ..... Well .... tidak menyukainya."
"Bukankah Fred memang dari dulu begitu Dre? Kau yang teman lamanya harusnya tahu." ucap Andrew.
"Mungkin, sejauh ini kita hanya tahu ia pernah datang kemari dan ia bisa menggunakan Eve Weapon. Tapi selain itu kita seakan tidak tahu apa-apa soal Fred." Dre masih terbebani.
"Heh! Untuk apa kau memikirkan hal rumit seperti itu. Kalau dia ada di pihak kita what's the problem? Kalau dia di pihak musuh, gampang. Tinggal kita kalahkan saja dia, kita punya tiga orang yang bisa menggunakan Eve Weapon sedangkan ia hanya sendiri." ujar T.K.
"T.K!" Dre tersulut.
"Sudah .. sudah. Tidak ada gunanya kita bertengkar sekarang. Yang jelas Fred itu sama seperti kita, dia manusia. Dan kalian harusnya beristirahat dulu, pikiran kalian jadi terganggu akibat kelelahan." Andrew menengahi.
T.K dan Dre akhirnya memilih bungkam dan pergi ke tempat tidur mereka masing-masing.
"Terima kasih Andrew, aku tidak tahu apa yang terjadi kalau mereka bertengkar disini." ujar Daisy.
"Sama-sama, T.K memang orangnya bermulut tajam. Tapi dia orang baik, aku yakin."
"Aku masih ingin disini, dan sepertinya Arghana juga masih ingin disini." ujar Fred saat para penjaga akan membawanya.
"Seperti yang kuharapkan dari seorang Fred. Baiklah, kalian berdua boleh tetap disini. Dan aku rasa kau sudah bisa menebak seperti apa keadaan Carnagia sekarang Fred."
Setelah itu mereka, kecuali Fred dan Arghana diantarkan ke ruangan khusus tamu. Ruangannya begitu megah, dengan dekorasi ala kerajaan di abad pertengahan Bumi yang penuh dengan cita rasa seni. Ornamen dan ukiran indah menghiasi dinding kamar tersebut. Lantai yang mengkilat dan lampu-lampu yang tampak indah dengan api birunya. Mereka seakan berada di kamar hotel berbintang lima.
"Maafkan kami, karena satu dan lain hal kalian harus beristirahat di ruangan yang sama. Tapi Saint Morpheus sudah memberikan instruksi agar kalian diberikan tempat tidur sendiri-sendiri." ujar suruhan yang mengantarkan mereka.
"WOW! Lihat semua keindahan ini." Mata Irine takjub melihat isi kamar tersebut.
"Apa semua wanita seperti orang itu? Heh, aku lebih suka menghabisi para liveless itu daripada harus berdiam disini bersama wanita berisik itu." T.K tampak risih dengan ekspresi Irine.
"Kita tidak bisa berbuat banyak T.K, kita semua lelah kan setelah perjalanan panjang tadi." Gina berusaha menenangkan T.K.
"Hum? Dre? Kenapa? Wajahmu tampak aneh?" tanya Daisy.
"Eh? Err .. tidak apa-apa Daisy. Hanya saja aku merasa ada yang aneh dengan Fred saat kita bertemu Saint tadi. Ia tampak ..... Well .... tidak menyukainya."
"Bukankah Fred memang dari dulu begitu Dre? Kau yang teman lamanya harusnya tahu." ucap Andrew.
"Mungkin, sejauh ini kita hanya tahu ia pernah datang kemari dan ia bisa menggunakan Eve Weapon. Tapi selain itu kita seakan tidak tahu apa-apa soal Fred." Dre masih terbebani.
"Heh! Untuk apa kau memikirkan hal rumit seperti itu. Kalau dia ada di pihak kita what's the problem? Kalau dia di pihak musuh, gampang. Tinggal kita kalahkan saja dia, kita punya tiga orang yang bisa menggunakan Eve Weapon sedangkan ia hanya sendiri." ujar T.K.
"T.K!" Dre tersulut.
"Sudah .. sudah. Tidak ada gunanya kita bertengkar sekarang. Yang jelas Fred itu sama seperti kita, dia manusia. Dan kalian harusnya beristirahat dulu, pikiran kalian jadi terganggu akibat kelelahan." Andrew menengahi.
T.K dan Dre akhirnya memilih bungkam dan pergi ke tempat tidur mereka masing-masing.
"Terima kasih Andrew, aku tidak tahu apa yang terjadi kalau mereka bertengkar disini." ujar Daisy.
"Sama-sama, T.K memang orangnya bermulut tajam. Tapi dia orang baik, aku yakin."
. . . . . . . . . . . . . . . .
"Kali ini apa maumu Crom? Dari yang kulihat, Carnagia tidak berada dalam krisis seperti tiga ratus tahun yang lalu." ujar Fred setelah semua temannya keluar.
"Hehehehe, selalu tergesa-gesa Fred. Tapi itu yang membuatku kagum. Kau tidak pernah menyia-nyiakan waktumu. Kondisi Carnagia memang tidak separah saat zaman mu dulu. Tapi akan."
"Maksudnya?"
"Biarkan Arghana menjelaskan padamu Fred. Silahkan Arghana."
"Terima kasih Saint Morpheus. Seperti yang kau lihat Fred, Carnagia tidak ada dalam krisis seperti dulu, belum."
"Apa maksudmu dengan belum?"
"Beberapa tahun yang lalu kami menerima berita bahwa salah satu markas militer Cultio di daerah Dobet diserang oleh segerombolan liveless. Memang benar bahwa markas militer itu yang terlemah dari semua markas militer Cultio, tapi bukan tempat yang semudah itu jatuh ke tangan liveless." Saint Morpheus menjelaskan.
"So? Itu bukti bahwa kekuatan militer kalian yang melemah. Jangan memanggil aku ke Carnagia seenaknya untuk urusan sepele." jawab Fred.
"Hmph, kalau benar hanya serangan liveless biasa. Kami tidak akan membuang-buang tenaga untuk memanggilmu. Tapi sayangnya satu orang tentara yang selamat membuat kami berubah pikiran."
"Maksudnya?"
"Sebelumnya ijinkan aku menjelaskan kondisi markas militer di Dobet, itu sudah tidak ada. Markas militer Dobet telah rata dengan tanah. Dan tentara yang berhasil selamat, atau bisa kami sebut dibuat selamat, mengatakan bahwa pelaku penyerangan ke Dobet ialah Gaia. Yah, Gaia telah kembali Fred." ujar Saint Morpheus lirih.
Mendengar nama Gaia, Fred menjadi terkejut tidak percaya. Ia terdiam, badannya gemetar.
"Kau bilang ... Gaia? Ia ... masih .... hidup?" ujar Fred terbata.
"Meski belum ada informasi pasti, tampaknya berita ini benar."
Tatapan Fred pun berubah, bukan lagi wajah dingin seperti yang biasa ia perlihatkan, melainkan wajah orang yang penuh amarah.
"Kalau itu benar, aku harus berterimakasih kepadamu Crom." ujar Fred sambil tersenyum.
"Aku ingin meminta maaf karena memanggilmu lagi ke Carnagia Fred, tapi kami butuh semua tenaga yang diperlukan untuk menghadapi Gaia. Dan aku ingin mengingatkanmu, jangan terbawa perasaan saat menghadapi Gaia." kata Saint Morpheus.
"Kau tidak perlu mengingatkan ku Crom, atau harus aku sebut, Saint Morpheus? Kalau masalah Gaia ini berbeda. Aku hanya tidak habis pikir kau memanggil segitu banyak manusia kali ini." ujar Fred dingin.
"Hehe, tampaknya setelah 300 tahun mesin Dopravu kami masih belum bisa bekerja dengan baik. Tapi jika dilihat dari manusia yang terpanggil kali ini bukankah mereka hebat? Sudah ada tiga manusia yang bisa menggunakan Eve Weapon dalam waktu sesingkat ini." jawab Saint Morpheus santai.
"TAPI ITU BUKAN ALASAN UNTUK MEMPERMAINKAN NYAWA KAMI!!" bentak Fred.
Saint Morpheus terdiam, begitu juga Arghana. Mereka terkejut dengan tindakan Fred barusan.
"Humph! Aku berterima kasih kepadamu Crom, kau rela mengutus prajurit terbaikmu untuk mencari kami. Berbeda dengan 300 tahun yang lalu. Tapi meski aku berterima kasih, bukan berarti aku menyukai tindakanmu ini. Tampaknya tidak ada yang harus kita bicarakan lagi, aku ingin beristirahat terlebih dahulu." ujar Fred sambil berlalu.
"Kami minta maaf Fred. Tapi hanya ini solusi yang kami mampu pikirkan." ujar Arghana.
"Tidak usah meminta maaf. Lain kali pastikan tidak ada yang harus mati mengenaskan!" jawab Fred tanpa melihat Arghana.
Setelah Fred meninggalkan ruangan tersebut, suasana menjadi hening untuk sementara.
"Arghana, katakan padaku. Apakah langkah yang kami ambil ini benar atau salah?"
"Hamba hanya prajurit Saint Morpheus. Bukan tempat hamba untuk memikirkan apa yang diambil para Saint itu benar atau salah. Hamba yakin segala keputusan yang diambil untuk kebaikan Cultio dan Carnagia."
"Semoga Arghana .... Semoga saja."
"Hehehehe, selalu tergesa-gesa Fred. Tapi itu yang membuatku kagum. Kau tidak pernah menyia-nyiakan waktumu. Kondisi Carnagia memang tidak separah saat zaman mu dulu. Tapi akan."
"Maksudnya?"
"Biarkan Arghana menjelaskan padamu Fred. Silahkan Arghana."
"Terima kasih Saint Morpheus. Seperti yang kau lihat Fred, Carnagia tidak ada dalam krisis seperti dulu, belum."
"Apa maksudmu dengan belum?"
"Beberapa tahun yang lalu kami menerima berita bahwa salah satu markas militer Cultio di daerah Dobet diserang oleh segerombolan liveless. Memang benar bahwa markas militer itu yang terlemah dari semua markas militer Cultio, tapi bukan tempat yang semudah itu jatuh ke tangan liveless." Saint Morpheus menjelaskan.
"So? Itu bukti bahwa kekuatan militer kalian yang melemah. Jangan memanggil aku ke Carnagia seenaknya untuk urusan sepele." jawab Fred.
"Hmph, kalau benar hanya serangan liveless biasa. Kami tidak akan membuang-buang tenaga untuk memanggilmu. Tapi sayangnya satu orang tentara yang selamat membuat kami berubah pikiran."
"Maksudnya?"
"Sebelumnya ijinkan aku menjelaskan kondisi markas militer di Dobet, itu sudah tidak ada. Markas militer Dobet telah rata dengan tanah. Dan tentara yang berhasil selamat, atau bisa kami sebut dibuat selamat, mengatakan bahwa pelaku penyerangan ke Dobet ialah Gaia. Yah, Gaia telah kembali Fred." ujar Saint Morpheus lirih.
Mendengar nama Gaia, Fred menjadi terkejut tidak percaya. Ia terdiam, badannya gemetar.
"Kau bilang ... Gaia? Ia ... masih .... hidup?" ujar Fred terbata.
"Meski belum ada informasi pasti, tampaknya berita ini benar."
Tatapan Fred pun berubah, bukan lagi wajah dingin seperti yang biasa ia perlihatkan, melainkan wajah orang yang penuh amarah.
"Kalau itu benar, aku harus berterimakasih kepadamu Crom." ujar Fred sambil tersenyum.
"Aku ingin meminta maaf karena memanggilmu lagi ke Carnagia Fred, tapi kami butuh semua tenaga yang diperlukan untuk menghadapi Gaia. Dan aku ingin mengingatkanmu, jangan terbawa perasaan saat menghadapi Gaia." kata Saint Morpheus.
"Kau tidak perlu mengingatkan ku Crom, atau harus aku sebut, Saint Morpheus? Kalau masalah Gaia ini berbeda. Aku hanya tidak habis pikir kau memanggil segitu banyak manusia kali ini." ujar Fred dingin.
"Hehe, tampaknya setelah 300 tahun mesin Dopravu kami masih belum bisa bekerja dengan baik. Tapi jika dilihat dari manusia yang terpanggil kali ini bukankah mereka hebat? Sudah ada tiga manusia yang bisa menggunakan Eve Weapon dalam waktu sesingkat ini." jawab Saint Morpheus santai.
"TAPI ITU BUKAN ALASAN UNTUK MEMPERMAINKAN NYAWA KAMI!!" bentak Fred.
Saint Morpheus terdiam, begitu juga Arghana. Mereka terkejut dengan tindakan Fred barusan.
"Humph! Aku berterima kasih kepadamu Crom, kau rela mengutus prajurit terbaikmu untuk mencari kami. Berbeda dengan 300 tahun yang lalu. Tapi meski aku berterima kasih, bukan berarti aku menyukai tindakanmu ini. Tampaknya tidak ada yang harus kita bicarakan lagi, aku ingin beristirahat terlebih dahulu." ujar Fred sambil berlalu.
"Kami minta maaf Fred. Tapi hanya ini solusi yang kami mampu pikirkan." ujar Arghana.
"Tidak usah meminta maaf. Lain kali pastikan tidak ada yang harus mati mengenaskan!" jawab Fred tanpa melihat Arghana.
Setelah Fred meninggalkan ruangan tersebut, suasana menjadi hening untuk sementara.
"Arghana, katakan padaku. Apakah langkah yang kami ambil ini benar atau salah?"
"Hamba hanya prajurit Saint Morpheus. Bukan tempat hamba untuk memikirkan apa yang diambil para Saint itu benar atau salah. Hamba yakin segala keputusan yang diambil untuk kebaikan Cultio dan Carnagia."
"Semoga Arghana .... Semoga saja."
. . . . . . . . . . . . . . . .
Keesokan paginya mereka bangun dengan dibangunkan orang suruhan Saint Morpheus yang mengatakan bahwa Saint Morpheus ingin bertemu dengan mereka. Mereka segera bersiap untuk menemui Saint Morpheus, namun Fred tidak ada di kamar tamu.
"Fred masih tidak ada disini." ujar Daisy khawatir.
"Jangan khawatir Daisy, Fred bukanlah orang yang tidak tahu apa-apa tentang dunia ini. Ia pernah mengatakan bahwa ia pernah kemarin kan?" Dre mencoba menghibur Daisy.
"Apa ini? Tiba-tiba si Fred sudah punya penggemar?" goda T.K.
Wajah Daisy memerah, ia tidak berani membalas ucapan T.K.
"Err... bagaimana kalau kita segera menemui si Saint ini? Aku ingin cepat-cepat pulang ke dunia kita." Gina berusaha menengahi.
Ditemani suruhan Saint Morpheus mereka berjalan menuju ruangan tempat bertemu Saint kemarin. Di dekat pintu masuk ke ruangan Saint mereka bertemu Fred yang tampak sudah menunggu mereka.
"Lama sekali kalian, ini bukanlah acara piknik." ujar Fred masih dengan nada dingin.
"Maaf, tapi bukannya kau yang datang terlalu cepat Fred?" tanya Daisy.
Fred tidak menjawab, ia hanya berlalu dan mengikut masuk ketika si pesuruh mempersilahkan mereka untuk masuk ke ruangan Saint Morpheus. Di dalamnya telah menunggu Saint Morpheus dan Arghana.
"Selamat datang manusia, aku harap istirahat kalian menyenangkan." sambut Saint Morpheus ketika mereka memasuki ruangan.
"Jadi, benarkah kami bisa kembali ke dunia kami? Seperti yang dikatakan orang itu?" ujar Irine sambil menunjuk ke arah Arghana.
"Hahahahaha, sungguh gadis yang lucu. Ehem. Benar aku bisa mengembalikan kalian ke dunia asal kalian, namun ada sedikit masalah disini." ujar Saint Morpheus.
"Masalah?" Dre tampak bingung.
"Ya, masalah. Untuk bisa mengembalikan kalian butuh kekuatan besar dari semua Saint Cultio, dan itu bukanlah masalah besar karena saat kita bicara sekarang seluruh Saint dari seluruh penjuru Cultio sedang menuju kemari. Segala persiapan untuk mengembalikan kalian juga telah sempurna." jelas Saint Morpheus.
"Jadi apa masalahnya?" Irine semakin penasaran.
"Masalahnya adalah .." Saint Morpheus menghela nafas sejenak. "Tapi meski kekuatan kami semua digabungkan, kami hanya bisa memulangkan dua orang dari kalian."
"Tunggu dulu, kalian bisa memanggil kami bersembilan ke dunia ini tapi hanya bisa mengembalikan dua orang?" Eugene menyela.
Saint Morpheus kembali menghela nafas sebelum menjawab pertanyaan Eugene "Untuk memanggil kalian bersembilan kami para Saint menggunakan mesin yang disebut Dopravu. Mesin itu bisa meningkatkan kemampuan kami untuk memanggil kalian dari dunia manusia untuk datang ke Carnagia."
"Wait .. wait. Kalian memiliki mesin untuk memanggil kami kemari? Dan sekarang kalian mencoba mengembalikan kami ke dunia kami? Sebelum itu tolong jelaskan mengapa kalian 'memanggil' kami kemari." Dre juga penasaran.
"Mungkin sebelumnya aku harus meminta maaf. Alasan kami, para Saint dan raja Cultio memanggil kalian, para manusia ke dunia ini ialah untuk membantu kami bertempur dengan Gaia." jelas Saint Morpheus.
"APA? Jadi kalian memanggil kami ke dunia antah berantah hanya untuk berperang? Dan siapa itu Gaia?" ujar Irine.
"Gaia adalah makhluk yang ingin menguasai Carnagia. Ia dulu datang saat Cultio mengalami perang besar. Disaat Cultio hampir mengalami kehancuran ide untuk memanggil para manusia pun muncul. Dan itu saat kami pertama kali bertemu dengan Fred." jawab Arghana.
"Fred?" semua langsung melihat ke arah Fred.
"Fred benarkah semua itu?" tanya Dre.
"Kenapa kau selalu membuat hidupku sulit Arghana? Oh well, ingat ketika aku bilang aku pernah datang ke Carnagia. Yap, itu adalah saat mereka menggunakan mesin Dopravu untuk kali pertama, entah darimana mereka mendapatkan ide seperti itu. Yang jelas dengan hadirnya manusia di pihak mereka, kekuatan tempur mereka menjadi meningkat." jawab Fred santai.
"Kenapa bisa meningkat? Kalian kan hanya manusia ... well ... biasa?" Andrew masih kebingungan.
"Eve Weapon. Dalam legenda Cultio dikatakan ada makhluk yang disebut manusia dari dimensi lain yang bisa menggunakan Eve Weapon. Sebuah senjata yang disebut-sebut sebagai senjata terkuat yang pernah dilihat di Carnagia." Saint Morpheus menjelaskan.
"Jadi kesimpulannya ... kalian memanggil kami kemari karena ada perang yang harus dimenangkan?" T.K tampak bersemangat.
"Bukan perang yang kita hadapi kali ini. Tapi Gaia." jawab Saint Morpheus.
"Biar aku jelaskan. Gaia muncul di perang terdahulu dengan kerajaan Cultio, namun dengan bantuan Fred dan teman-temannya saat itu Gaia berhasil dikalahkan dan kerajaan Cultio menang perang." Arghana melanjutkan ucapan Saint Morpheus.
"Jadi kalian ingin Fred, maksud ku kami .. untuk berperang kembali menghadapi Gaia. Begitu?" tanya Dre.
"Kurang lebih seperti itu. Kami butuh semua kekuatan yang tersedia untuk melawan Gaia." jawab Arghana.
"Tapi bagaimana dengan kami? Meskipun Gaia berhasil dikalahkan tapi tetap saja yang bisa kembali ke dunia manusia hanya dua orang!" ujar Dre.
"Cara berpikir yang pintar Dre." Saint Morpheus tersenyum.
"Tapi ijinkan aku memberitahu kalian, bahwa Gaia memiliki mesin yang memiliki kekuatan yang memungkinkan mesin Dopravu untuk memulangkan kalian semua, bahkan sebagian besar penduduk Carnagia. Namun kami harus mengetahui letak pasti dimana mesin tersebut." lanjut Saint Morpheus.
"Maksudmu? Aku masih belum begitu mengerti dengan semua ini." Eugene tampak kebingungan, begitu juga rekannya yang lain.
"Huft, untuk gampangnya Gaia ingin menghancurkan Cultio karena mengincar mesin Dopravu. Ia hanya memiliki mesin yang memiliki tenaga untuk mengirimkan penduduk Carnagia ke dunia mana pun untuk ia jajah." Fred akhirnya buka suara.
"Yah, bisa dibilang mesin Dopravu milik Cultio dengan mesin yang dimiliki Gaia itu saling melengkapi. Meski Dopravu bisa digunakan untuk memanggil orang dari dunia lain, tapi kami tidak bisa mengatur jumlah orang yang dibawa. Jika Dopravu dan mesin milik Gaia digabungkan, kita akan mendapatkan mesin transportasi antar dunia yang memungkinkan kita untuk mengatur siapa dan berapa jumlah orang yang ingin kita panggil atau kirim." jelas Saint Morpheus.
"Jadi inti perang yang kalian jalani dengan Gaia ini adalah perang akan mesin transportasi? Heh, sounds interesting." T.K tampak semakin bersemangat.
"Yah, kira-kira seperti itu." jawab Arghana. "Jadi sekarang kalian sudah mengerti situasinya, sekarang kami ingin mengajukan pertanyaan yang penting. Siapa dari kalian yang akan pulang ke dunia asal kalian? Seperti yang kalian ketahui kami hanya bisa mengirim dua orang untuk kembali."
"Aku akan tinggal disini, aku masih memiliki urusan yang belum selesai dengan Gaia. Selanjutnya putuskan sendiri." ujar Fred sambil meninggalkan ruangan tersebut.
"Ah, Fred tunggu!" Dre mengejar Fred keluar. Melihat Dre, Daisy juga memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut.
"Jadi bagaimana dengan mu Andrew?" tanya T.K
"Ha? Apa maksud mu T.K?"
"Apa kau ingin pulang ke kehidupan manusia yang membosankan? Aku tampaknya lebih menikmati disini, apalagi dengan kekuatan yang kita miliki ini."
"Aku ... masih belum bisa memutuskannya."
"Hehe, lebih baik kau tetap tinggal Andrew, karena tidak ada manusia disini yang lebih mengenal aku daripada kau." T.K juga akhirnya meninggalkan ruangan.
"Kalian gila? Aku pasti akan tetap memilih pulang!" ujar Irine melihat kelakuan teman-temannya.
"Well, bagaimana dengan yang lain? Kita tahu disini yang ingin kembali ke dunia manusia hanya Irine." ujar Arghana.
"Tuan Arghana dan Saint Morpheus, bisakah kami meminta waktu untuk berpikir? Tampaknya pilihan ini tidak semudah yang kami bayangkan." tanya Andrew.
"Tentu saja, kalian dapat memikirkan dengan matang keputusan kalian sampai malam ini. Karena para Saint juga baru sampai di Magnama pada malam ini. Sampai nanti kalian bebas menentukan pilihan, apa ingin bertahan disini atau malah kembali ke dunia manusia." jawab Saint Morpheus.
"Terima kasih. Well, teman-teman sebaiknya kita kembali memikirkan apa yang akan kita pilih dan siapa dua orang yang akan kembali ke dunia manusia." Andrew mengajak teman-temannya.
Mereka hanya diam, masing-masing tampak bimbang dengan pilihan yang akan mereka pilih, kecuali Irine. Apakah mereka akan pulang ke dunia mereka yang aman atau membantu rekan-rekan mereka dan Cultio dalam perang melawan Gaia.
"Sebelum kalian memilih, ijinkan aku memberitahukan kalian satu hal. Jika kalian memilih bertahan berarti kalian akan ikut serta bersama kami dalam perang. Dan aku tidak perlu mengingatkan kalian kalau nyawa kalian sendiri menjadi taruhannya." ujar Arghana sebelum Andrew dan yang lainnya meninggalkan ruangan.
"Ah, tentu saja. Terima kasih sudah mengingatkan tuan Arghana." ujar Andrew sambil tersenyum.
Di luar ruangan tersebut terlihat Dre dan Daisy yang mengejar Fred.
"Fred ... tunggu." panggil Dre sambil terengah-engah.
Fred akhirnya berhenti dan berbalik melihat mereka berdua.
"Ha ... ha ... ha ... tidak bisakah kau menunggu sebentar?" ucap Dre dengan masih terengah-engah.
"Memang kenapa? Sudah ku katakan kalau aku akan tinggal disini, kalau kalian ingin kembali itu pilihan kalian." jawab Fred datar.
"Tapi tidak begitu juga Fred, setidaknya jelaskan alasan mengapa kau ingin tetap tinggal." ujar Daisy.
"Alasan? Aku hanya ingin membalas perbuatan Gaia dulu." jawab Fred santai.
"Perbuatan Gaia?" Dre dan Daisy tampak kebingungan.
"Gaia ......" Fred kemudian menatap ke arah langit dan terdiam sejenak. "Gaia telah ... mengambil sesuatu yang penting bagiku."
"Sesuatu yang penting? Apa itu alasan mengapa sifat mu berubah Fred?" tanya Dre sambil memegang pundak Fred.
Fred masih terdiam.
"Itu bukan urusanmu Dre. Aku hanya ingin menyelesaikan masalahku dengan Gaia. Setelah semua itu selesai, baru mungkin aku akan memikirkan tentang kembali ke dunia manusia." ujar Fred mengindahkan Dre.
"Haaaah, kau memang merepotkan Fred. Sepertinya aku tidak bisa membiarkan orang merepotkan seperti dirimu disini sendiri, aku juga akan tinggal dan bertarung bersamamu." jawab Dre mantap.
Fred berhenti, ia membalikkan badan dan bertanya dengan pandangan tidak percaya "kau yakin Dre? Nyawa mu sendiri yang dipertaruhkan disini."
"Tidak masalah, lagipula aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk mengembalikanmu seperti Fred yang dulu. Kalau kau mati disini bagaimana aku menepati janjiku sendiri?" ujar Dre sambil bercanda.
"Aku juga ingin tetap disini." ujar Daisy.
"Daisy? Kau yakin?" tanya Dre dengan nada tidak percaya.
"Iya, aku ingin membantu kalian, meski sejauh ini aku belum bisa membantu kalian, tapi aku tidak bisa kembali dan bersenang-senang sementara kalian memperjuangkan nyawa kalian disini." jawab Daisy.
"Woah Daisy, itu tadi keren." Dre tampak bersemangat.
"Humph, kalau kalian sudah memutuskan begitu, terserah. Tapi Daisy kau harus mengaktifkan Eve Weapon mu dulu, jika tidak kau akan menyusahkan kami semua." ujar Fred.
"Freed. Tidak perlu sekejam itu padanya, looks dia ini baru ...."
"Pasti! Aku pasti akan belajar menggunakan Eve Weapon agar bisa membantu dan tidak menjadi beban bagi kalian semua!" jawab Daisy mantap.
Dre terkejut sekaligus terkagum melihat determinasi Daisy, sementara Fred hanya tersenyum kecil dan kembali membalikkan badan.
"Determinasi yang bagus Daisy, tapi ingat selalu untuk menjaga agar nyawamu tidak hilang dalam perang nanti. Bye." Fred akhir meninggalkan Dre dan Daisy di lorong tersebut.
"Maaf, tapi bukannya kau yang datang terlalu cepat Fred?" tanya Daisy.
Fred tidak menjawab, ia hanya berlalu dan mengikut masuk ketika si pesuruh mempersilahkan mereka untuk masuk ke ruangan Saint Morpheus. Di dalamnya telah menunggu Saint Morpheus dan Arghana.
"Selamat datang manusia, aku harap istirahat kalian menyenangkan." sambut Saint Morpheus ketika mereka memasuki ruangan.
"Jadi, benarkah kami bisa kembali ke dunia kami? Seperti yang dikatakan orang itu?" ujar Irine sambil menunjuk ke arah Arghana.
"Hahahahaha, sungguh gadis yang lucu. Ehem. Benar aku bisa mengembalikan kalian ke dunia asal kalian, namun ada sedikit masalah disini." ujar Saint Morpheus.
"Masalah?" Dre tampak bingung.
"Ya, masalah. Untuk bisa mengembalikan kalian butuh kekuatan besar dari semua Saint Cultio, dan itu bukanlah masalah besar karena saat kita bicara sekarang seluruh Saint dari seluruh penjuru Cultio sedang menuju kemari. Segala persiapan untuk mengembalikan kalian juga telah sempurna." jelas Saint Morpheus.
"Jadi apa masalahnya?" Irine semakin penasaran.
"Masalahnya adalah .." Saint Morpheus menghela nafas sejenak. "Tapi meski kekuatan kami semua digabungkan, kami hanya bisa memulangkan dua orang dari kalian."
"Tunggu dulu, kalian bisa memanggil kami bersembilan ke dunia ini tapi hanya bisa mengembalikan dua orang?" Eugene menyela.
Saint Morpheus kembali menghela nafas sebelum menjawab pertanyaan Eugene "Untuk memanggil kalian bersembilan kami para Saint menggunakan mesin yang disebut Dopravu. Mesin itu bisa meningkatkan kemampuan kami untuk memanggil kalian dari dunia manusia untuk datang ke Carnagia."
"Wait .. wait. Kalian memiliki mesin untuk memanggil kami kemari? Dan sekarang kalian mencoba mengembalikan kami ke dunia kami? Sebelum itu tolong jelaskan mengapa kalian 'memanggil' kami kemari." Dre juga penasaran.
"Mungkin sebelumnya aku harus meminta maaf. Alasan kami, para Saint dan raja Cultio memanggil kalian, para manusia ke dunia ini ialah untuk membantu kami bertempur dengan Gaia." jelas Saint Morpheus.
"APA? Jadi kalian memanggil kami ke dunia antah berantah hanya untuk berperang? Dan siapa itu Gaia?" ujar Irine.
"Gaia adalah makhluk yang ingin menguasai Carnagia. Ia dulu datang saat Cultio mengalami perang besar. Disaat Cultio hampir mengalami kehancuran ide untuk memanggil para manusia pun muncul. Dan itu saat kami pertama kali bertemu dengan Fred." jawab Arghana.
"Fred?" semua langsung melihat ke arah Fred.
"Fred benarkah semua itu?" tanya Dre.
"Kenapa kau selalu membuat hidupku sulit Arghana? Oh well, ingat ketika aku bilang aku pernah datang ke Carnagia. Yap, itu adalah saat mereka menggunakan mesin Dopravu untuk kali pertama, entah darimana mereka mendapatkan ide seperti itu. Yang jelas dengan hadirnya manusia di pihak mereka, kekuatan tempur mereka menjadi meningkat." jawab Fred santai.
"Kenapa bisa meningkat? Kalian kan hanya manusia ... well ... biasa?" Andrew masih kebingungan.
"Eve Weapon. Dalam legenda Cultio dikatakan ada makhluk yang disebut manusia dari dimensi lain yang bisa menggunakan Eve Weapon. Sebuah senjata yang disebut-sebut sebagai senjata terkuat yang pernah dilihat di Carnagia." Saint Morpheus menjelaskan.
"Jadi kesimpulannya ... kalian memanggil kami kemari karena ada perang yang harus dimenangkan?" T.K tampak bersemangat.
"Bukan perang yang kita hadapi kali ini. Tapi Gaia." jawab Saint Morpheus.
"Biar aku jelaskan. Gaia muncul di perang terdahulu dengan kerajaan Cultio, namun dengan bantuan Fred dan teman-temannya saat itu Gaia berhasil dikalahkan dan kerajaan Cultio menang perang." Arghana melanjutkan ucapan Saint Morpheus.
"Jadi kalian ingin Fred, maksud ku kami .. untuk berperang kembali menghadapi Gaia. Begitu?" tanya Dre.
"Kurang lebih seperti itu. Kami butuh semua kekuatan yang tersedia untuk melawan Gaia." jawab Arghana.
"Tapi bagaimana dengan kami? Meskipun Gaia berhasil dikalahkan tapi tetap saja yang bisa kembali ke dunia manusia hanya dua orang!" ujar Dre.
"Cara berpikir yang pintar Dre." Saint Morpheus tersenyum.
"Tapi ijinkan aku memberitahu kalian, bahwa Gaia memiliki mesin yang memiliki kekuatan yang memungkinkan mesin Dopravu untuk memulangkan kalian semua, bahkan sebagian besar penduduk Carnagia. Namun kami harus mengetahui letak pasti dimana mesin tersebut." lanjut Saint Morpheus.
"Maksudmu? Aku masih belum begitu mengerti dengan semua ini." Eugene tampak kebingungan, begitu juga rekannya yang lain.
"Huft, untuk gampangnya Gaia ingin menghancurkan Cultio karena mengincar mesin Dopravu. Ia hanya memiliki mesin yang memiliki tenaga untuk mengirimkan penduduk Carnagia ke dunia mana pun untuk ia jajah." Fred akhirnya buka suara.
"Yah, bisa dibilang mesin Dopravu milik Cultio dengan mesin yang dimiliki Gaia itu saling melengkapi. Meski Dopravu bisa digunakan untuk memanggil orang dari dunia lain, tapi kami tidak bisa mengatur jumlah orang yang dibawa. Jika Dopravu dan mesin milik Gaia digabungkan, kita akan mendapatkan mesin transportasi antar dunia yang memungkinkan kita untuk mengatur siapa dan berapa jumlah orang yang ingin kita panggil atau kirim." jelas Saint Morpheus.
"Jadi inti perang yang kalian jalani dengan Gaia ini adalah perang akan mesin transportasi? Heh, sounds interesting." T.K tampak semakin bersemangat.
"Yah, kira-kira seperti itu." jawab Arghana. "Jadi sekarang kalian sudah mengerti situasinya, sekarang kami ingin mengajukan pertanyaan yang penting. Siapa dari kalian yang akan pulang ke dunia asal kalian? Seperti yang kalian ketahui kami hanya bisa mengirim dua orang untuk kembali."
"Aku akan tinggal disini, aku masih memiliki urusan yang belum selesai dengan Gaia. Selanjutnya putuskan sendiri." ujar Fred sambil meninggalkan ruangan tersebut.
"Ah, Fred tunggu!" Dre mengejar Fred keluar. Melihat Dre, Daisy juga memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut.
"Jadi bagaimana dengan mu Andrew?" tanya T.K
"Ha? Apa maksud mu T.K?"
"Apa kau ingin pulang ke kehidupan manusia yang membosankan? Aku tampaknya lebih menikmati disini, apalagi dengan kekuatan yang kita miliki ini."
"Aku ... masih belum bisa memutuskannya."
"Hehe, lebih baik kau tetap tinggal Andrew, karena tidak ada manusia disini yang lebih mengenal aku daripada kau." T.K juga akhirnya meninggalkan ruangan.
"Kalian gila? Aku pasti akan tetap memilih pulang!" ujar Irine melihat kelakuan teman-temannya.
"Well, bagaimana dengan yang lain? Kita tahu disini yang ingin kembali ke dunia manusia hanya Irine." ujar Arghana.
"Tuan Arghana dan Saint Morpheus, bisakah kami meminta waktu untuk berpikir? Tampaknya pilihan ini tidak semudah yang kami bayangkan." tanya Andrew.
"Tentu saja, kalian dapat memikirkan dengan matang keputusan kalian sampai malam ini. Karena para Saint juga baru sampai di Magnama pada malam ini. Sampai nanti kalian bebas menentukan pilihan, apa ingin bertahan disini atau malah kembali ke dunia manusia." jawab Saint Morpheus.
"Terima kasih. Well, teman-teman sebaiknya kita kembali memikirkan apa yang akan kita pilih dan siapa dua orang yang akan kembali ke dunia manusia." Andrew mengajak teman-temannya.
Mereka hanya diam, masing-masing tampak bimbang dengan pilihan yang akan mereka pilih, kecuali Irine. Apakah mereka akan pulang ke dunia mereka yang aman atau membantu rekan-rekan mereka dan Cultio dalam perang melawan Gaia.
"Sebelum kalian memilih, ijinkan aku memberitahukan kalian satu hal. Jika kalian memilih bertahan berarti kalian akan ikut serta bersama kami dalam perang. Dan aku tidak perlu mengingatkan kalian kalau nyawa kalian sendiri menjadi taruhannya." ujar Arghana sebelum Andrew dan yang lainnya meninggalkan ruangan.
"Ah, tentu saja. Terima kasih sudah mengingatkan tuan Arghana." ujar Andrew sambil tersenyum.
. . . . . . . . . . . . . . . .
Di luar ruangan tersebut terlihat Dre dan Daisy yang mengejar Fred.
"Fred ... tunggu." panggil Dre sambil terengah-engah.
Fred akhirnya berhenti dan berbalik melihat mereka berdua.
"Ha ... ha ... ha ... tidak bisakah kau menunggu sebentar?" ucap Dre dengan masih terengah-engah.
"Memang kenapa? Sudah ku katakan kalau aku akan tinggal disini, kalau kalian ingin kembali itu pilihan kalian." jawab Fred datar.
"Tapi tidak begitu juga Fred, setidaknya jelaskan alasan mengapa kau ingin tetap tinggal." ujar Daisy.
"Alasan? Aku hanya ingin membalas perbuatan Gaia dulu." jawab Fred santai.
"Perbuatan Gaia?" Dre dan Daisy tampak kebingungan.
"Gaia ......" Fred kemudian menatap ke arah langit dan terdiam sejenak. "Gaia telah ... mengambil sesuatu yang penting bagiku."
"Sesuatu yang penting? Apa itu alasan mengapa sifat mu berubah Fred?" tanya Dre sambil memegang pundak Fred.
Fred masih terdiam.
"Itu bukan urusanmu Dre. Aku hanya ingin menyelesaikan masalahku dengan Gaia. Setelah semua itu selesai, baru mungkin aku akan memikirkan tentang kembali ke dunia manusia." ujar Fred mengindahkan Dre.
"Haaaah, kau memang merepotkan Fred. Sepertinya aku tidak bisa membiarkan orang merepotkan seperti dirimu disini sendiri, aku juga akan tinggal dan bertarung bersamamu." jawab Dre mantap.
Fred berhenti, ia membalikkan badan dan bertanya dengan pandangan tidak percaya "kau yakin Dre? Nyawa mu sendiri yang dipertaruhkan disini."
"Tidak masalah, lagipula aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk mengembalikanmu seperti Fred yang dulu. Kalau kau mati disini bagaimana aku menepati janjiku sendiri?" ujar Dre sambil bercanda.
"Aku juga ingin tetap disini." ujar Daisy.
"Daisy? Kau yakin?" tanya Dre dengan nada tidak percaya.
"Iya, aku ingin membantu kalian, meski sejauh ini aku belum bisa membantu kalian, tapi aku tidak bisa kembali dan bersenang-senang sementara kalian memperjuangkan nyawa kalian disini." jawab Daisy.
"Woah Daisy, itu tadi keren." Dre tampak bersemangat.
"Humph, kalau kalian sudah memutuskan begitu, terserah. Tapi Daisy kau harus mengaktifkan Eve Weapon mu dulu, jika tidak kau akan menyusahkan kami semua." ujar Fred.
"Freed. Tidak perlu sekejam itu padanya, looks dia ini baru ...."
"Pasti! Aku pasti akan belajar menggunakan Eve Weapon agar bisa membantu dan tidak menjadi beban bagi kalian semua!" jawab Daisy mantap.
Dre terkejut sekaligus terkagum melihat determinasi Daisy, sementara Fred hanya tersenyum kecil dan kembali membalikkan badan.
"Determinasi yang bagus Daisy, tapi ingat selalu untuk menjaga agar nyawamu tidak hilang dalam perang nanti. Bye." Fred akhir meninggalkan Dre dan Daisy di lorong tersebut.
. . . . . . . . . . . . . . . .
Di lain tempat, terlihat T.K dan Andrew sedang berdiskusi berdua.
"T.K, kau serius ingin menetap disini? Bagaimana dengan teman-teman mu di dunia asal kita? Belum lagi keluarga kita?"
"Aku serius Andrew. Aku tidak pernah seserius ini dalam hidupku sebelumnya."
"Begitu ......."
"Kenapa Andrew? Kau ingin kembali ke dunia manusia?"
"Menurut mu T.K?"
"Heh, aku tak pernah melarangmu untuk berbuat apapun. Cuma akan sedikit sepi saja kalau tidak ada kau disini Andrew."
Mendengar perkataan T.K, Andrew hanya tersenyum.
"Kenapa? Apa aku mengatakan hal aneh?
"Bukan apa-apa T.K. Sungguh. Hehehe, it just, kau tidak pernah berubah dari pertama aku mengenalmu."
"Benarkah? Aku tidak pernah memperhatikannya."
"Haha, sepertinya itu memang kepribadianmu T.K."
Fred, Arghana, Dre dan Daisy akhirnya menuju ruangan teleporasi yang berada di bagian paling dalam dari kastil di Magnama. Dalam perjalanan kesana Arghana menjelaskan kepada Dre dan Daisy kenapa ruang teleportasi dibangun di bagian terdalam. Ruang teleportasi bisa sekaligus berfungsi sebagai ruangan tempat para Saint berkomunikasi dan menyimpan tenaga mereka. Selain itu untuk kondisi khusus, seperti misalkan memanggil manusia dari dunia manusia digunakan di ruang tersebut karena memiliki konsentrasi tenaga yang kuat dibandingkan tempat lainnya.
Akhirnya mereka sampai di ruang transportasi, dimana rekan-rekan mereka yang lain telah menunggu.
"Arghana, akhirnya kalian sampai juga." sambut Saint Morpheus.
"Maafkan keterlambatan kami Saint Morpheus."
"Tidak apa-apa Arghana. Well, tampaknya semua sudah ada disini. Seperti yang aku katakan kemarin, hanya ada dua orang yang bisa kembali ke dunia manusia. Jadi siapa dari kalian yang ingin kembali."
"Aku ingin kembali ke dunia manusia." sahut Irine lantang.
"Aku tinggal disini, masih ada urusan yang harus kuselesaikan dengan Gaia." ujar Fred.
"Kalau begitu aku dan Daisy juga tinggal, karena kami tidak bisa meninggalkan Fred sendirian disini." jawab Dre.
"Dre, Daisy. Apa kalian yakin dengan keputusan kalian." tanya Saint Morpheus.
Dre dan Daisy menganggukkan kepala dengan mantap, membuat Saint Morpheus yakin akan keputusan mereka sudah tidak bisa diubah lagi.
"Aku juga tinggal. Lebih enak bertarung disini daripada kembali ke kehidupan membosankan sebagai manusia biasa." jawab T.K.
"Aku juga akan tinggal kalau T.K tinggal. Karena dia satu-satunya manusia yang bisa kusebut teman." Andrew angkat bicara.
Saint Morpheus tersenyum "baiklah, kita punya lima orang manusia yang ingin bertempur bersama dan satu orang yang ingin kembali. Bagaimana dengan yang lainnya?"
Eugene, Gina dan Terry tampak masih bimbang dengan pilihan mereka.
"Err,, Saint Moprheus? Apakah kalau kami memilih bertahan disini kami bisa kembali ke dunia asal kami? Sungguh?" Eugene terlihat mulai ragu.
"Selama kita bisa mengalahkan Gaia dan mendapatkan mesin transportasinya, ya, kalian bisa kembali ke dunia asal kalian. Dengan catatan kalau kalian tidak terbunuh sebelumnya." jawab Saint Moprheus tegas.
"Err,, kalau begitu ...."
Belum sempat Eugene menyelesaikan ucapannya tiba-tiba terdengar bunyi ledakan dari bagian luar dan menggetarkan ruang transporasti tersebut. Getarannya begitu kuat hingga seperti gempa yang membuat beberapa dari mereka jatuh.
"ADA APA INI?" Arghana tampak waspada.
Seorang pesuruh datang ke ruang transportasi dan melapor.
"Maafkan hamba para Saint Agung. Tampaknya Magnama telah diserang oleh segerombolan liveless." ujar pesuruh tersebut.
"Liveless tidak akan bisa membuat ledakan seperti tadi!" ujar Arghana tidak percaya.
"Hamba juga tidak mengerti tuan Arghana. Tapi ledakan tadi tercipta akibat bola api yang besar yang menghantam dinding kota. Dari lubang tersebut para liveless menyerang." jawab si pesuruh.
"Bola api?" Arghana tampak bingung.
Mendengar ucapan si pesuruh raut wajah Fred berubah. Seketika ia memanggil Eve Weaponnya.
"Fred? Apa yang kau lakukan?!" Arghana masih terlihat kebingungan.
"Kau tidak sadar Argahan? Dia memang kembali, dan dia menyerang kita sekarang." jawab Fred dingin.
"Dia? Maksudmu?" belum sempat Arghana bertanya Fred sudah berlari menuju bagian luar kastil.
"Graah. Para Saint, hamba mohon tetap tinggal disini untuk keselamatan anda. Dan para manusia, aku tidak mengharapkannya, namun tampaknya bantuan dari kalian, khususnya yang sudah bisa menggunakan Eve Weapon untuk bertarung. Kalian siap?" tanya Argahan.
"Ternyata semua lebih mudah begini, aku harap pertempuran perang pertama ku tidak membosankan." jawab T.K senang sembari mengeluarkan Eve Weaponnya.
"Jangan tergesa-gesa T.K, atau kau akan kehilangan nyawamu." Andrew juga mengeluarkan Eve Weaponnya.
"Baiklah, yang ingin membantu ikut dengan ku. Bagi yang bisa menggunakan Eve Weapon kita akan bertempur di lini depan. Bagi kalian yang belum bisa menggunakan tapi ingin membantu lebih baik bantu para penduduk melarikan diri ke ruang perlindungan." perintah Arghana.
"Daisy, bagaimana denganmu?" tanya Dre.
"Aku sudah memutuskan, aku akan membantu kalian apapun yang terjadi. Meskipun hanya membantu penduduk ke tempat yang lebih aman." jawab Daisy mantap.
"Baiklah, kita berangkat kalau begitu." ujar Dre sembar mengeluarkan Eve Weaponnya.
Mereka semua meninggalkan ruang transportasi untuk bertempur melawan Gaia, menyisakan Irine, Terry, Gina, Eugene dan para Saint disana.
"Semoga mereka kembali dengan selamat." kata Saint Moprheus.
"Jadi? Kami tidak bisa kembali sekarang?" ujar Irine mulai ketakutan.
"Tampaknya tidak bisa Irine. Dalam kondisi seperti ini kami butuh menyimpan tenaga untuk bertempur, sepertinya mengembalikan kalian ke dunia asal kalian harus ditunda sampai serangan ini selesai."
Irine tampak frustasi, sementara Gina membujuk Terry dan Eugene untuk keluar. Ia berkata bahwa mereka harus membantu teman-temannya dengan cara apapun yang memungkinkan. Gina juga membujuk Irine.
"Ayo kita pergi Irine." ujar Gina.
"APA KAU GILA? KITA BISA TERBUNUH GINA! TER-BU-NUH!" Irine makin larut dalam frustasi.
"Aku tahu, tapi kalau kita tidak menolong mereka kita sama saja dengan mati. Lagipula kalau memang benar si Gaia ini menyerang dan kita menang, maka kita semua dapat kembali ke dunia kita lagi. Bukankah itu hal baik?" Gina berusaha meyakinkan Irine.
Irine mulai terbujuk ucapan Gina. Perkatan gadis lugu tersebut mampu menyentuh hatinya.
"Tapi, kita tidak akan terbunuh kan?" tanya Irine.
"Tidak Irine. Kita tidak akan bertempur, kita hanya membantu para penduduk ke tempat yang aman. Setelah itu kita juga akan berlindung. Aku percaya Fred dan yang lain dapat mengalahkan Gaia." ujar Gina polos.
Mendengar ucapan Gina, Irine akhirnya berdiri dan mau ikut membantu yang lain. Bersama Eugene dan Terry mereka akhirnya menuju medan pertempuran.
Sementara itu di tengah kota Magnama sudah hampir dipenuhi liveless, kekuatan militer Magnama tidak dapat menahan laju para liveless yang menang jumlah tersebut. Saat tentara liveless tersebut hampir menguasai setengah kota Magnama, Fred, Arghana, T.K, Andrew dan Dre sampai di medan pertempuran.
"Kenapa Andrew? Kau ingin kembali ke dunia manusia?"
"Menurut mu T.K?"
"Heh, aku tak pernah melarangmu untuk berbuat apapun. Cuma akan sedikit sepi saja kalau tidak ada kau disini Andrew."
Mendengar perkataan T.K, Andrew hanya tersenyum.
"Kenapa? Apa aku mengatakan hal aneh?
"Bukan apa-apa T.K. Sungguh. Hehehe, it just, kau tidak pernah berubah dari pertama aku mengenalmu."
"Benarkah? Aku tidak pernah memperhatikannya."
"Haha, sepertinya itu memang kepribadianmu T.K."
. . . . . . . . . . . . . . . .
"Irine, kau benar akan kembali ke dunia kita?" tanya Gina ragu-ragu.
"Tentu saja, apa kau ingin berada di dunia aneh ini Gina? Belum lagi mereka hanya ingin menjadikan kita sebagai senjata perang." jawab Irine ketus.
"Tapi mereka orang baik, setidaknya itu yang mereka lakukan sampai sekarang."
"Tapi mereka tetap ingin menjadikan kita mesin perang Gina! Buka mata mu! Sadar! Kita hanya manusia biasa, mana mungkin bisa ikut dalam perang? Kita berbeda dengan para freak itu, mereka yang menggunakan senjata yang disebut Eve Weapon atau apalah itu."
"IRINE!!" teriak Eugene yang mendengar percakapan mereka. "Kau tidak bisa berkata begitu, at least hargai tindakan Fred dan yang lainnya yang menjaga kita selamat sampai sekarang!"
"Eugene, tenangkan dirimu." Terry berusaha menahan tubuh Eugene.
"Ada apa dengan mu Eugene? Kau sekarang jadi tuan baik hati dan peduli dengan para pengguna senjata-senjata aneh itu?" Irine mulai terpancing.
"SUDAH!!!" teriakan Gina mampu membuat Irine dan Eugene terdiam. "Ada apa dengan kalian? Fred dan yang lainnya itu teman kita! Begitu juga tuan Arghana, meski berpenampilan seperti itu ia orang baik." ujar Gina hampir menangis.
"Cis, untuk hal seperti ini kau masih menangis Gina? Terserah kalian, yang jelas kalau tidak ada yang ingin kembali aku akan kembali sendiri." ujar Irine ketus sebelum akhirnya pergi.
"Ada apa sih dengannya?" Eugene masih terlihat kesal dengan sikap Irine.
"Tenang Gina sayang, Irine tidak bermaksud seperti itu. Jangan menangis." Terry berusaha menenangkan Gina.
"Aku ... aku ... aku tidak menangis. Hanya, hanya saja .... dia ..." ujar Gina sambil terisak.
"Kami tahu Gina, kami tahu." ujar Terry sambil kemudian memeluk Gina.
"But you know Terry? Aku bingung dengan apa yang akan kupilih nanti." kata Eugene.
"Maksudmu?"
"Maksud ku adalah, aku belum bisa menggunakan Eve Weapon, atau mungkin aku malah tidak bisa menggunakannya. Jika benar aku hanya akan menjadi beban bagi mereka semua, tapi ..... melihat Fred yang dengan tegas ingin mengalahkan Gaia. Aku ......" Eugene tidak meneruskan ucapannya.
"Kau kagum dengannya? Bukan begitu?" Terry menebak.
"More or less, yes."
Terry hanya tersenyum "Itu wajar Eugene, siapapun yang pernah kemari dan bertarung kemudian memutuskan untuk tetap bertahan lagi patut dikagumi. Itu bukan hal aneh."
. . . . . . . . . . . . . . . .
Matahari telah terbenam di Magnama. Dari kejauhan terlihat delapan kereta yang mirip dengan yang digunakan Fred dkk. ke Magnama, namun lebih indah. Kedelapan kereta tersebut membawa delapan orang Saint yang akan mengembalikan dua orang ke dunia manusia.
Sambutan para penduduk Magnama terhadap kedelapan orang Saint tersebut sangat mewah, mereka turun ke jalanan untuk menyambut kedatangannya. Dari jauh Fred dan yang lain hanya mengamati.
"Woah, lihatlah semua yang menyambut mereka. Mereka itu para Saint bukan?" Dre tampak terperangah.
"Kesembilan Saint di Cultio memang ibarat dewa, mereka bahwa disebut-sebut lebih dihormati daripada raja Cultio itu sendiri. Jadi penyambutan seperti ini tidak mengherankan." jawab Fred santai.
"Woah, sepertinya mereka orang hebat yah." Daisy juga ikut terkagum.
"Para Saint diagungkan karena kemampuan sihir mereka melebihi orang biasa. Mereka juga berperan penting dalam memenangkan perang dulu." ujar Arghana.
"Hai, Arghana. Apa kabar?" sapa Dre.
"Same as usual. Kau sendiri tampak santai Dre, apa kau sudah memikirkan keputusanmu?"
"Tentu saja Arghana, dan aku sendiri yakin dengan pilihanku."
"Baguslah kalau begitu, aku mengharapkan jawabanmu nanti Dre. Sekarang lebih baik kita bergegas ke ruangan teleportasi. Kalian semua harus hadir."
"Kami semua?" tanya Fred.
"Ya, meskipun kau memutuskan untuk tidak kembali. Tapi para Saint ingin bertemu dengan manusia yang akan bekerja sama dengan mereka."
"Really, para Saint itu semakin lama semakin menyusahkan.."
"Aku paham dengan keluhanmu Fred. Tapi jangan perlihatkan hal itu dihadapan sembilan Saint Agung."
"Yeah yeah, I know that."
"Baiklah kalau begitu, shall we?"
Sambutan para penduduk Magnama terhadap kedelapan orang Saint tersebut sangat mewah, mereka turun ke jalanan untuk menyambut kedatangannya. Dari jauh Fred dan yang lain hanya mengamati.
"Woah, lihatlah semua yang menyambut mereka. Mereka itu para Saint bukan?" Dre tampak terperangah.
"Kesembilan Saint di Cultio memang ibarat dewa, mereka bahwa disebut-sebut lebih dihormati daripada raja Cultio itu sendiri. Jadi penyambutan seperti ini tidak mengherankan." jawab Fred santai.
"Woah, sepertinya mereka orang hebat yah." Daisy juga ikut terkagum.
"Para Saint diagungkan karena kemampuan sihir mereka melebihi orang biasa. Mereka juga berperan penting dalam memenangkan perang dulu." ujar Arghana.
"Hai, Arghana. Apa kabar?" sapa Dre.
"Same as usual. Kau sendiri tampak santai Dre, apa kau sudah memikirkan keputusanmu?"
"Tentu saja Arghana, dan aku sendiri yakin dengan pilihanku."
"Baguslah kalau begitu, aku mengharapkan jawabanmu nanti Dre. Sekarang lebih baik kita bergegas ke ruangan teleportasi. Kalian semua harus hadir."
"Kami semua?" tanya Fred.
"Ya, meskipun kau memutuskan untuk tidak kembali. Tapi para Saint ingin bertemu dengan manusia yang akan bekerja sama dengan mereka."
"Really, para Saint itu semakin lama semakin menyusahkan.."
"Aku paham dengan keluhanmu Fred. Tapi jangan perlihatkan hal itu dihadapan sembilan Saint Agung."
"Yeah yeah, I know that."
"Baiklah kalau begitu, shall we?"
Fred, Arghana, Dre dan Daisy akhirnya menuju ruangan teleporasi yang berada di bagian paling dalam dari kastil di Magnama. Dalam perjalanan kesana Arghana menjelaskan kepada Dre dan Daisy kenapa ruang teleportasi dibangun di bagian terdalam. Ruang teleportasi bisa sekaligus berfungsi sebagai ruangan tempat para Saint berkomunikasi dan menyimpan tenaga mereka. Selain itu untuk kondisi khusus, seperti misalkan memanggil manusia dari dunia manusia digunakan di ruang tersebut karena memiliki konsentrasi tenaga yang kuat dibandingkan tempat lainnya.
Akhirnya mereka sampai di ruang transportasi, dimana rekan-rekan mereka yang lain telah menunggu.
"Arghana, akhirnya kalian sampai juga." sambut Saint Morpheus.
"Maafkan keterlambatan kami Saint Morpheus."
"Tidak apa-apa Arghana. Well, tampaknya semua sudah ada disini. Seperti yang aku katakan kemarin, hanya ada dua orang yang bisa kembali ke dunia manusia. Jadi siapa dari kalian yang ingin kembali."
"Aku ingin kembali ke dunia manusia." sahut Irine lantang.
"Aku tinggal disini, masih ada urusan yang harus kuselesaikan dengan Gaia." ujar Fred.
"Kalau begitu aku dan Daisy juga tinggal, karena kami tidak bisa meninggalkan Fred sendirian disini." jawab Dre.
"Dre, Daisy. Apa kalian yakin dengan keputusan kalian." tanya Saint Morpheus.
Dre dan Daisy menganggukkan kepala dengan mantap, membuat Saint Morpheus yakin akan keputusan mereka sudah tidak bisa diubah lagi.
"Aku juga tinggal. Lebih enak bertarung disini daripada kembali ke kehidupan membosankan sebagai manusia biasa." jawab T.K.
"Aku juga akan tinggal kalau T.K tinggal. Karena dia satu-satunya manusia yang bisa kusebut teman." Andrew angkat bicara.
Saint Morpheus tersenyum "baiklah, kita punya lima orang manusia yang ingin bertempur bersama dan satu orang yang ingin kembali. Bagaimana dengan yang lainnya?"
Eugene, Gina dan Terry tampak masih bimbang dengan pilihan mereka.
"Err,, Saint Moprheus? Apakah kalau kami memilih bertahan disini kami bisa kembali ke dunia asal kami? Sungguh?" Eugene terlihat mulai ragu.
"Selama kita bisa mengalahkan Gaia dan mendapatkan mesin transportasinya, ya, kalian bisa kembali ke dunia asal kalian. Dengan catatan kalau kalian tidak terbunuh sebelumnya." jawab Saint Moprheus tegas.
"Err,, kalau begitu ...."
Belum sempat Eugene menyelesaikan ucapannya tiba-tiba terdengar bunyi ledakan dari bagian luar dan menggetarkan ruang transporasti tersebut. Getarannya begitu kuat hingga seperti gempa yang membuat beberapa dari mereka jatuh.
"ADA APA INI?" Arghana tampak waspada.
Seorang pesuruh datang ke ruang transportasi dan melapor.
"Maafkan hamba para Saint Agung. Tampaknya Magnama telah diserang oleh segerombolan liveless." ujar pesuruh tersebut.
"Liveless tidak akan bisa membuat ledakan seperti tadi!" ujar Arghana tidak percaya.
"Hamba juga tidak mengerti tuan Arghana. Tapi ledakan tadi tercipta akibat bola api yang besar yang menghantam dinding kota. Dari lubang tersebut para liveless menyerang." jawab si pesuruh.
"Bola api?" Arghana tampak bingung.
Mendengar ucapan si pesuruh raut wajah Fred berubah. Seketika ia memanggil Eve Weaponnya.
"Fred? Apa yang kau lakukan?!" Arghana masih terlihat kebingungan.
"Kau tidak sadar Argahan? Dia memang kembali, dan dia menyerang kita sekarang." jawab Fred dingin.
"Dia? Maksudmu?" belum sempat Arghana bertanya Fred sudah berlari menuju bagian luar kastil.
"Graah. Para Saint, hamba mohon tetap tinggal disini untuk keselamatan anda. Dan para manusia, aku tidak mengharapkannya, namun tampaknya bantuan dari kalian, khususnya yang sudah bisa menggunakan Eve Weapon untuk bertarung. Kalian siap?" tanya Argahan.
"Ternyata semua lebih mudah begini, aku harap pertempuran perang pertama ku tidak membosankan." jawab T.K senang sembari mengeluarkan Eve Weaponnya.
"Jangan tergesa-gesa T.K, atau kau akan kehilangan nyawamu." Andrew juga mengeluarkan Eve Weaponnya.
"Baiklah, yang ingin membantu ikut dengan ku. Bagi yang bisa menggunakan Eve Weapon kita akan bertempur di lini depan. Bagi kalian yang belum bisa menggunakan tapi ingin membantu lebih baik bantu para penduduk melarikan diri ke ruang perlindungan." perintah Arghana.
"Daisy, bagaimana denganmu?" tanya Dre.
"Aku sudah memutuskan, aku akan membantu kalian apapun yang terjadi. Meskipun hanya membantu penduduk ke tempat yang lebih aman." jawab Daisy mantap.
"Baiklah, kita berangkat kalau begitu." ujar Dre sembar mengeluarkan Eve Weaponnya.
Mereka semua meninggalkan ruang transportasi untuk bertempur melawan Gaia, menyisakan Irine, Terry, Gina, Eugene dan para Saint disana.
"Semoga mereka kembali dengan selamat." kata Saint Moprheus.
"Jadi? Kami tidak bisa kembali sekarang?" ujar Irine mulai ketakutan.
"Tampaknya tidak bisa Irine. Dalam kondisi seperti ini kami butuh menyimpan tenaga untuk bertempur, sepertinya mengembalikan kalian ke dunia asal kalian harus ditunda sampai serangan ini selesai."
Irine tampak frustasi, sementara Gina membujuk Terry dan Eugene untuk keluar. Ia berkata bahwa mereka harus membantu teman-temannya dengan cara apapun yang memungkinkan. Gina juga membujuk Irine.
"Ayo kita pergi Irine." ujar Gina.
"APA KAU GILA? KITA BISA TERBUNUH GINA! TER-BU-NUH!" Irine makin larut dalam frustasi.
"Aku tahu, tapi kalau kita tidak menolong mereka kita sama saja dengan mati. Lagipula kalau memang benar si Gaia ini menyerang dan kita menang, maka kita semua dapat kembali ke dunia kita lagi. Bukankah itu hal baik?" Gina berusaha meyakinkan Irine.
Irine mulai terbujuk ucapan Gina. Perkatan gadis lugu tersebut mampu menyentuh hatinya.
"Tapi, kita tidak akan terbunuh kan?" tanya Irine.
"Tidak Irine. Kita tidak akan bertempur, kita hanya membantu para penduduk ke tempat yang aman. Setelah itu kita juga akan berlindung. Aku percaya Fred dan yang lain dapat mengalahkan Gaia." ujar Gina polos.
Mendengar ucapan Gina, Irine akhirnya berdiri dan mau ikut membantu yang lain. Bersama Eugene dan Terry mereka akhirnya menuju medan pertempuran.
Sementara itu di tengah kota Magnama sudah hampir dipenuhi liveless, kekuatan militer Magnama tidak dapat menahan laju para liveless yang menang jumlah tersebut. Saat tentara liveless tersebut hampir menguasai setengah kota Magnama, Fred, Arghana, T.K, Andrew dan Dre sampai di medan pertempuran.
........ ( bersambung )
Tulis komentar yang baik dan benar (kritis maupun kritik juga termasuk komentar baik dan benar)
BalasHapusKarena komentar yang baik dan benar = PAHALA *dapat PAHALA*
Akhirannya selalu bikin penasaran >.<
BalasHapusyang ini panjang dan seru, padahal bisa dibagi lagi seri ini biar tambah panjang dan bikin tambah penasaran.
BalasHapusYang masih dipertanyakan adalah perbedaaan waktu di bumi dan Cargania???
kalo gua jadi karakter disitu, gua pengen Eve Weapon Megazord atau Omnitrix, keren 8)
typo nama tempatnya -_- maap maap
HapusKalau dibagi dua jadi makin panjang adegan percakapannya, huehehehe.
HapusPertanyaan itu akan dijawab habis pertempuran kali ini #semoga #lah
Kalau bikin senjata kaya' gitu curang amat dah --"
hahaha namanya juga mengkhayal, kebanyakan kalo sering liat kartun kan gitu
Hapuspanjang....
BalasHapusgue sampe tinggal makan dan lanjut lagi bacanya ._.
liveless itu semacam heartless kalo di game kingdom hearts ya? ceritanya udah bukan style anime, namun merambah seperti game RPG *hammer*
lanjutkan
*sodorin kentang*
HapusEh, udah semacam RPG game style yak? Ahaha, efek kebanyakan lihat cerita RPG dibanding anime mungkin :D
eee... salah kamar saya nih...
BalasHapus*tadinya mau tidur, eh ada kisah yang cukup panjang.. :D
Kalau sudah bangun sudilah kiranya dibaca mas :D
Hapuspanjang amat bang haha :))
BalasHapussemakin banyak konflik, dan skrg udah perang, sedikit ada yg typo bang di kata "nyawa mu" "eve weapon mu" malah pake spasi,harusnya enggak. cmiiw..
Itu ga pake spasi yah? Hmm, ntar dilihat lagi di buku panduan, hehe.
HapusThanks udah baca Joga :)
panjang banget rid :D seru...seru...
BalasHapusGua juga kaget pas publish ternyata sepanjang ini .__.
HapusMakasih Manda :3 Part berikutnya baca lagi yaa ^^v