Musim kompetisi 2014/2015 bisa dibilang berakhir indah bagi Juventus. Mengakhiri musim sebagai juara Serie-A dan Coppa Italia serta menjadi runner-up Liga Champion tentu menjadi bukti nyata bahwa raksasa Turin telah kembali setelah sempat terluka karena kasus Calciopoli.
Menjadi jawara Italia mungkin sudah diprediksi banyak orang mengingat kualitas Juventus yang berbeda dibandingkan klub Italia lainnya namun mencapai Final Liga Champion tentu mengejutkan banyak pihak, apalagi La Vecchia Signora bisa dibilang kurang beruntung di Eropa karena hanya dua kali memenangkan laga final dari delapan kesempatan.
Menjadi jawara Italia mungkin sudah diprediksi banyak orang mengingat kualitas Juventus yang berbeda dibandingkan klub Italia lainnya namun mencapai Final Liga Champion tentu mengejutkan banyak pihak, apalagi La Vecchia Signora bisa dibilang kurang beruntung di Eropa karena hanya dua kali memenangkan laga final dari delapan kesempatan.
Banyak faktor yang membuat skuat putih-hitam begitu digdaya musim ini, salah satunya adalah kehadiran Massimilliano "Max" Allegri sebagai allenatore. Allegri yang sebelumnya dicap gagal bersama AC Milan dan dipandang sebagai pilihan desperate petinggi Juventus karena mundurnya Antonio Conte malah sukses memberikan Juve hal yang tidak bisa diberikan Conte, trofi Coppa Italia dan penampilan menjanjikan di Eropa.
Penunjukkan Allegri sebagai nahkoda Juventus pada awalnya mendapat respon negatif dari Juventini mengingat ia gagal bersama AC Milan, namun juru taktik yang membawa AC Milan mengakhiri scudetto berturut-turut Internazionale pasca Calciopoli ini berhasil membungkam suara-suara miring yang diarahkan kepadanya sekaligus seakan menegaskan bahwa kegagalannya musim lalu bersama AC Milan bukan murni ketidakmampuannya sebagai allenatore.
Mengenakan pakem 3-5-2 peninggalan Conte pada awal musim dengan tujuan mempermudah transisi para pemain dari taktik Conte ke taktik miliknya (4-4-2) bisa dibilang menjadi alasan mengapa Allegri bisa begitu leluasa mengendalikan Juventus. Menggunakan skema yang telah dipahami para pemain Juve pada awalnya dan perlahan mengubahnya membuat skuat Juve tidak hanya nyaman dalam proses transisi, namun juga memiliki dua pakem utama yang membuat pola mereka jadi semakin rumit dibaca lawan-lawannya.
Skema 3-5-2 milik Conte memang terbukti ampuh di Serie-A, dimana para lawannya bisa dibilang memiliki level dibawah mereka dan memilih bermain bertahan, namun pola 3-5-2 sulit bersaing di Eropa karena hampir semua lawan yang ditemui mengusung taktik sepakbola menyerang. Allegri tampaknya menyadari hal tersebut dan memanfaatkan awal musim untuk pelan-pelan memperkenalkan pola 4-4-2 kepada skuat Juventus. Niatan tersebut tampaknya sudah terlihat dari datangnya Patrice Evra yang berposisi sebagai fullback kiri alami dan Ricardo Pereyra yang dapat dimainkan diseluruh posisi lini tengah.
Kehadiran Evra pada awalnya adalah sebagai back-up Kwadwo Asamoah ketika sang pemain harus absen karena ikut serta pada Piala Afrika namun kenyataannya pada pola 4-4-2 Evra menjadi satu-satunya pilihan "masuk akal" Allegri karena Juventus tidak memiliki pemain sekaliber dan natural pada posisi tersebut, jangan lupakan faktor mental juara yang dimiliki mantan pemain Manchester United tersebut.
Begitu halnya dengan Pereyra, dengan lini tengah yang diisi Claudio Marchisio, Andrea Pirlo, Arturo Vidal dan Paul Pogba, dimanakah mantan pemain Udinese ini akan diletakkan? Salah satu pembelian underrated Allegri ini membuktikan dirinya mampu menjadi super-sub sekaligus game-changer karena kemampuannya untuk bermain di posisi manapun di lini tengah membuat Allegri lebih leluasa dalam mengubah skema permainan Juve.
Rekrutan awal musim Allegri lainnya adalah Alvaro Morata. Morata yang musim sebelumnya merasakan gelar Champion bersama Real Madrid bisa dikatakan sedikit terlambat untuk "memperkenalkan dirinya" kepada para Juventini. Cidera yang dideritanya pada awal musim serta bagusnya pengertian Tevez-Llorente di lini depan Juve membuat banyak pihak berpikiran bahwa talenta muda Spanyol akan sulit --bahkan gagal-- beradaptasi dengan kultur sepakbola Italia.
Layaknya Evra dan Pereyra, meskipun terlambat namun Morata telah membuktikan bahwa ia pantas berseragam putih-hitam. Morata ibarat pecahan puzzle yang hilang Juventus untuk bersaing di Eropa. Bersama Carlos Tevez di lini depan Juventus, Morata memberikan solusi akan komentar-komentar betapa lambatnya lini depan Juventus. Dengan usia yang terhitung muda dan kecepatannya ia menjadi bagian vital menyingkirkan Real Madrid di semi-final Liga Champion sekaligus membuat Sebastian Giovinco hengkang ke MLS.
Rekrutan lain macam Romulo dan Kingsley Coman juga patut mendapatkan apresiasi, khususnya Coman yang beberapa kali tampil menjanjikan meskipun usianya masih tergolong muda.
Rekrutan lain macam Romulo dan Kingsley Coman juga patut mendapatkan apresiasi, khususnya Coman yang beberapa kali tampil menjanjikan meskipun usianya masih tergolong muda.
Kemudian pada jendela transfer musim dingin, Allegri (dan Marotta) kembali menunjukkan kepada dunia betapa cerdasnya mereka memilih pemain. Meskipun tidak memberikan dampak yang besar terhadap permainan Juventus, kehadiran Stefano Sturaro dan Allesandro Matri (lagi) adalah faktor penting dari pencapaian Juventus musim ini. Sturaro sukses menghalang free-header James Rodriguez yang membuat skor akhir menjadi 2-1 untuk kemenangan Juventus atas Real Madrid, sedangkan Matri menjadi sosok penentu Juve merengkuh trofi Coppa Italia melalui golnya pada extra-time.
Tentu saja para pemain lain di Juventus patut mendapat apresiasi atas apa hasil yang diraih Juventus musim ini. Gianluigi "Superman" Buffon atas penyelamatan-penyelamatan gemilangnya, trio BBC (Barzagli-Bonucci-Chiellini) yang membuat frustasi lini depan lawan, Andrea Pirlo atas passing-passing menakjubkannya, Arturo Vidal dan Claudio Marchisio dengan grinta-nya serta lini depan Juventus, khususnya Carlos Tevez yang membuat Juventus sebagai lawan yang diperhitungkan musim ini dan juga musim depan.
Bicara soal musim depan tentu kekuatan Juventus masih bisa berubah, mulai dari gosip hijrahnya sang maestro Andrea Pirlo ke MLS, keinginan Carlos Tevez untuk kembali bermain bersama Boca Juniors, hingga isu hengkangnya Paul Pogba dan juga Arturo Vidal yang memang mengudang minat klu-klub elit Eropa lainnya.
Hal yang pasti dari transfer Juventus adalah bergabungnya gelandang Real Madrid, Sami Khedira dan juga pemain muda sensasional asal Argentina, Paulo Dybala ke Turin. Juventus juga diperkirakan masih mengincar striker level dunia macam Edinson Cavani dan Robin van Persie sebagai langkah antisipasi hengkangnya Carlos Tevez, atau malah menjadi penambah kekuatan skuat Juventus dengan asumsi Tevez memilih bertahan.
Meskipun dana yang digelontorkan Juventus untuk mendatangkan Dybala terhitung besar untuk pemain berusia muda (32 juta euro), namun sukses mendatangkan Khedira dengan bebas transfer seakan makin menegaskan bahwa Juventus perlu menghambur-hamburkan uang untuk transfer pemain. Datangnya Khedira dengan bebas transfer membuat Juventus memiliki lini tengah paling murah karena banyaknya pemain berkualitas yang didatangkan tanpa perlu menggelontorkan dana berlebih (Pirlo, Pogba dan Khedira didatangkan secara free transfer sedangkan Marchisio merupakan produk akademi Juventus).
Tapi sayang juventus mainnya di Liga Italia yang menurutku tak kompetitif
BalasHapusartikel tandingannya sempat gw bikin beberapa waktu yang lalu nih. hehe
BalasHapushttp://antsomenia.blogspot.com/2015/06/alasan-barcelona-harus-memenangkan-champion-antsomenia-semut-tampan.html